HIPERBILIRUBIN
1.
Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam
darah yang kadar nilainya lebih dari normal.
(Suriadi, Skp, MSN. 2006)
Hiperbilirubin adalah suatu kadar bilirubin serum total
yang lebih dari 5 mg/dl, disebabkan oleh predisposisi neonatal untuk
memproduksi bilirubin dan keterbatasan kemampuan untuk mengekskresikannya. (Cecily Lynn Betz, PhD, RN, FAAN. 2009)
Hiperbilirubin merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstra vaskuler sehingga konjungtiva, kulit dan
mukosa akan berwarna kuning. (A. Aziz
Alimul Hidayat. 2008)
Hiperbilirubin merujuk pada tingginya kadar bilirubin
terakumulasi dalam darah. (Dona L. Wong.
2009)
2. Etiologi
·
Peningkatan bilrubin dapat terjadi karena; polycetlietnia, isoimmun hemolytic disease, kelainan
struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat,
kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler; cephalhematoma, ecchymosis
·
Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil
transferase, obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah inetabolik; galaktosemia hypothyroidisme, jaudince ASI. (Suriadi, Skp, MSN. 2006)
·
Faktor fisiologis (perkembangan-prematuritas)
·
Produksi bilirubin berlebihan (mis. Penyakit
hemolitik, defek biokimia, memar)
·
Kombinasi kelebihan produksi dan kurang
sekresi . (mis. Sepsis)
·
Beberapa keadaan penyakit (mis.
Hipotiroidisme, galaktosemia, bayi dari ibu diabetes)
·
Predisposisi genetik terhadap peningkatan
produksi (penduduk Amerika asli). (Donna
L. wong. 2009)
3.
Patofisiologi
·
Bilirubin merupakan salah satu hasil
pemecahan hemoglobin yang disebabkan oleh karusakan sel darah merah (SDM).
Ketika SDM dihancurkan, hasil pemecahannya terlepas kesirkulasi, tempat hemoglobin
terpecah menjadi dua frraksi: heme dan globin. Bagian globin (protein)
digunakan lagi oleh tubuh, dan bagian heme diubah menjadi bilirubin tidak terkonjugasi, suatu
zat tidak larut yang terikat pada albumin.
·
Di hati bilirubin dilepas dari molekul albumin
dan dengan adanya enzim glukuronil transferase,
dikonjugasikan dengan asam glukoronat menghasilkan larutan dengan kelarutan
tinggi, bilirubin glukuronat terkoonjugasi yang kemudian diekskresi
dalam empedu. Di usus, kerja bakteri mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi
urobilinogen, pigmen yang memberi warna khas pada tinja. Sebagian besar
bilirubin tereduksi diekskresikan ke feses, sebagian kecil dieliminasi ke
urine.
·
Normalnya tubuh mampu mempertahankan
keseimbangan antara destruksi SDM dan penggunaan atau ekspresi produk sisa.
Tetapi, bila keterbatasan perkembangan atau proses patologis memengaruhi
keseimbangan ini, bilirubin akan terakumulasi dalam jaringan dan mengakibatnkan
jaundis. (Donna L. Wong. 2009)
·
Jika pigmen kuning ditemukan dalam empedu
yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin
reduktase, dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial.
·
Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak
terkonjugasi diambil oleh protein intraselular “Y protein” dalam hati.
Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatik dan adanya ikatan protein.
·
Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati
diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin difosfoglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid (UPGA)
glukuronil transfferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar,
larut dalam air (bereaksi direk).
·
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam
air dapat dieliminasi melalui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam
empedu melalui membran kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan
diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urin. Beberapa
bilirubin diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik.
·
Warna kuning dalam kulit akibat dari
akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, nonpolar
(bereaksi indirek).
·
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia
kemungkinan hasil dari difisiensi atau tidak aktifnya glukoronil transferase.
Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein
hepatik sejalan dengan penurunan aliran darah hepatik.
·
Jaudince yang terkait dengan pemberian ASI
merupakan hasil dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol
atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah
lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25
sampai 30 mg/dl selama minggu ke 2 sampai ke 3. Biasanya dapat mencapai usia 4
minggu dan menurun 10 minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hyperbilirubin
akan menurun berangsur-angsur dapat menetap selama 3 minggu sampai 10 minggu
pada kadar yang lebih rendah. Ika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin
serum akan turun dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari.
Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula
mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI
dapat dimulai lagi dan hyperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi
seperti sebelumnya.
·
Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan
bilirubin dalam 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus
fisiologis muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir. (Suriadi, SKp, MSN. 2006)
4.
Manifestasi
Klinik
·
Tampak ikterus, sklera, kuku atau kulit dan
membran mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau
infeksi. Jaundice yang nampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke
empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya
merupakan jaundace fisiologis.
·
Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin
indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus
pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan
atau merah. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
·
Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap,
warna tinja pucat. (Suriadi, SKp, MSN.
2006)
1. Ikterus
pertama kali dapat dilihat pada daerah kepala dan batang tubuh dan berkembang
ke bagian bawah.
2.
Kadar bilirubin menurun setelah lima
hari dan biasanya berada dalam kondisi batas normal pada hari kesepuluh
kehidupan. (Cecily Lynn Betz. 2009)
5.
Penatalaksanaan
Medis
Penatalaksanaan
medis lebih ke arah suportif. Pencegahan hiperbilirubin neonatal harus selalu
diusahakan dengan memberikan ASI secepat mungkin setelah lahir. Kadar bilirubin
harus dipantau, dan bayi akan mendapat fototerapi sampai kadar darah diperoleh.
Semua penyebab lain hiperbilirubin harus disingkirkan pada saat itu. Penyebab
lain meliputi inkompatibilitas Rh, penyakit hemolitik, dan atresia bilier. Bayi
yang berisiko tinggi mengalami hiperbilirubin, seperti bayi prematur dan
mengalami hipoksia dan asidosis, dapat diberikan fototerapi sebelum kadar
bilirubin bermakna. (Cecily Lynn Betz.
2009)
Fototerapi, dilakukan
apabila telah ditegakan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan
bilirubin dalam kulit melalui kinja dan urine dengan oksidasi foto pada
bilirubin dan biliverdin.walaupun cahaya biru memberikan panjang gelombang yang
tepet untuk foto aktivasi bilirubin bebes, cahaya hijau dapat mempengaruhi foto
reaksi bilirubin yang terikat albumin. cahaya menyebabkan reaksi foto kimia
dalam kulit (fotoisomerisasi)yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi kedalam
foto bilirubin, yang mana diexkresikan dalam hati kemudian dalam
empedu.kemudian produk akhir reaksi adalah reversibel dan iexekskresikan
kedalam empedu tanpa perlu konjugasi
Fenobarbital,
dapat mengexkresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi.meningkatkan sintesis hepatikglukoronil transferase yang mana dapat
meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam
empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk meningkat
bilirubin. Fenobarbital tidak sering dianjurkan.
Antibioatik, apabila
terkait dengan infeksi (Suriadi, SKp, MSN. 2006)
Juga perlu dilakukan tindakan Transfusi Tukar dengan tujuan :
1.
Menurunkan kadar bilirubin indirek
2.
Mengganti eritrosit yang dapat hemolisis
3.
Membuang anti bodi yang menyebabkan hemolisis
4.
Mengoreksi anemia
ASUHAN
KEPERAWATAN
a.
Pengkajian
ü Pemeriksaan
fisik
ü Inspeksi,
warna pada sklera, konjungtiva, membran mukosa mulut, kulit, urine dan tinja
ü Pemeriksaan
bilirubin menunjukkan adanya paningkatan
ü Tanyakan
berapa lama jaundice muncul dan dan
sejak kapan
ü Apakah
bayi ada demam
ü Bagaimana
kebutuhan pola umum
ü Riwayat
keluarga
ü Apakah
anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B
b.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Resiko tinggi Injury b/d peningkatan serum
bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah
2.
Resiko tinggi cedera b/d komplikasi dari
fototerhapy
3.
Resiko kurangnya volume cairan b/d hilangnya
air tanpa disadari akibat fototeraphy
4.
Resiko cedera b/d komplikasi dari transfuse
tukar
5.
Resiko gangguan integritas kulit b/d
fototerapi yang dijalani
6.
Kecemasan b/d kuranganya pengetahuan keluarga
c. Intervensi Keperawatan
Diagnosa : Resiko tinggi Injury b/d peningkatan
serum bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah
Kriteria Hasil : Bayi terbebas dari injuri yang ditandai :
1.
Serum
bilirubin menurun
2.
Tidak
ada jaundice
3.
Refleks
moro normal
4.
Tidak
terdat sepsis
5.
Refleks
hisap dan menelan baik
INTERVENSI / TINDAKAN
|
RASIONAL
|
1.
Kaji bilirubin setiap 1 x 4jam dan catat
hasilnya
2.
Periksa kadar bilirubin dengan
bilirubinometri transkutan
3.
Kalaborasi untuk foto terapi sesuai
program
4.
Antisipasi kebutuhan transpusi tukar
5.
Kaji status umum bayi, khususnya
factor-faktor mis, hipoksia,
hipotermia, hipoglikemia, atau asidosi)
|
1.
Bilirubin dalam darah yang meningkat
akan mengakibatkan sel darah merah pecah. Dan untuk mengetahui ikterus
fisiologi atau patologi
2.
Pemeriksaan dengan bilirubinometri
transkutan dapat mengetahui adanya peningkatan kadar bilirubin
3.
Fototerhapi dapat menurunkan bilirubin
dalam kulit memalui tinja dan urinedengan oksidasi foto.
4.
Dengan transfuse tukar dapat mengganti
dan menurunkan kadar bilirubin indirek
5.
Karena hal-hal tersebut dapat
meningkatkan resiko kerusakan otak.
|
Diagnosa : Resiko tinggi cedera b/d komplikasi dari
fototerhapy
Kriteria
Hasil :
1.
Keseimbnagn dan suhu tubuh dalam batas normal
2.
Menu jukkan penurunan kadar bilirubin serum
3.
Tidak terjadi luka dan iritasi
INTERVENSI
/ TINDAKAN
|
RASIONAL
|
1.
Pastikan kelopak mata bayi tertutup
sebelum foto treapi
2.
Ubah posisi dengan sering selama
beberapa jam pertama pengobtan
3.
Pantau suhu tubuh
4.
Hindari dari bahan berminyak pada
kulit
5.
Perhatikan warna dan frekuensi
defekasi
|
1.
Dengan penutup mata mencegah iritasi
pada mata terutama pada kornea mata.
2.
Mencegah pemajanan kulit maksimum,
terutama kulit yang selalu tertekan
3.
Dengan memantau dapat diketahui
terjadi hipotermi atau hipertermi
4.
Mencegah terjadinya iritasi dan luka
bakar pada kulit
5.
Defekasi encer, sering dan kehijaun
menandakan keefektifan foto terapi dengan pemecahanan ekskeresi bilirubin
|
Diagnosa
: Resiko
kurangnya volume cairan b/d hilangnya air tanpa disadari akibat fototeraphy
Kriteria
Hasil : Bayi tidak meunjukan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai
dengan urine normal, ubun-ubun tidak cekung, temperature dalam batas normal.
INTERVENSI
/ TINDAKAN
|
RASIONAL
|
1.
Pertahankan intake / pemasukan cairan
2.
Monitor intake dan output
3.
Berikan terpi infuse sesui program
4.
Kaji dehidrasi dan tanda-tanda
dehidrasi
|
1.
Mempertahnkan cairan dan mencegah
dehidrasi akibat fototerapi
2.
Mengetahui pengeluaran dan pemasukan
cairan dapat membantu melaksanakan intervensi selanjutnya
3.
Dengan pemberian infuse maka akan
mengurangi cairan yang hilang berlebihan. Dan konsentrasi urine
4.
Dengan mengkaji maka akan mengetahui
tingkat aatu deraja dehidrasi yang di alami pasien
|
Diagnosa
:
Resiko cedera b/d komplikasi dari transfuse tukar
Kriteria
Hasil : Menyelesaikan
transfuse tukar tanpa komplikasi, Menunjukkan penurunan kadar bilirubin
INTERVENSI
/ TINDAKAN
|
RASIONAL
|
1.
Puasakan bayi sebelum melkukan
transfuse tukar selama 2 -4 jam
2.
Pertahankan suhu tubuh optimal pada
bayi selam prosedur
3.
Periksa donor darah untuk golongan
darh dan tipe Rh
4.
Observasi adanya tanda-tanda reaksi
transfusi tukar seperti, takikardi, brakikardi, gawat nafas,
5.
Sediakan alat resuitasi yang perlu
seperti, Oksigen, laringskopi, jalan napas, selang endotrakeal
6.
Kalaborasi beri obat Protamin sulfat
bila perlu
|
1.
Mencegah terjadinya aspirasi
regurgitasi selama prosedure
2.
Membantu mencegah hipotermi atau
stress dingin dan vasospasme selama prosedur
3.
Pemberian drah donor yang tidak sesuai
Rh akan mengakibatkan munculnya reaksi transfuse. Dan antibody tersebut akan
merusak eritrosit yang bru.
4.
Supaya segera mengambil tindakan dan
terapi yang perlu
5.
mempersiapkan alat tersebut sebagai
persiapan bila terjadi gawat darurat
6.
Untuk mengimbangi
efek-efekantikoagulan dari darah yang diberi heparin
|
Diagnosa
: Resiko kerusakan integritas kulit b/d fototerapi
yang dijalani
Kriteria
Hasil : Bayi
tidak menunjukan adanya iritasi pada kulit yang ditandai dengan tidak terdapat
ras, dan tidak ada ruam makular eritematosa.
INTERVENSI
/ TINDAKAN
|
RASIONAL
|
1.
Kaji dan inspeksi kulit setiap 4 jam
2.
Merubah posisi bayi yang sering
3.
Gunakan pelindung daerah genital
4.
Gunakan pengalas yang lembut
5.
Gunakan sabun bayi pada saat
memandikan
|
1.
Mengetahui tingkat perubahan yang
terjdi pad kulit pasien seperti adanya jaudience
2.
Mencegah pemajanan kulit maksimum,
terutama kulit yang selalu tertekan
3.
Akibat panas fototerapi bias
menyebabkan iritasi pada daerah genital bayi
4.
Mencegah terjadinya iritasi dan luka
dekubitus terutama daerah yang sering tertekan
5.
PH sabun bayi akan menjaga kulit dari
iritasi
|
Diagnosa : Kecemasan
b/d kuranganya pengetahuan keluarga
Kriteria
Hasil : Orang tua tidak tampak cemas yang ditandai dengan orang
tua mengekpresikan perasaan dan perhatian pada bayi dan Sakit dalam partisippasi perawatan bayi
INTERVENSI
/ TINDAKAN
|
RASIONAL
|
1.
Kaji tingkat kecemasan keluarga
2.
Beri informasi tentang penyakit dan
terapi yang dijalani anaknya
3.
Terangkan perlunya untuk terus
menyuplai pemberian ASI pada bayi melalui penggunan pompa payudara
4.
Beritahu keluarga tentang hal-hal yang
perlu diperhatikan
|
1.
Sebagai data dasar untuk melanjutkan
intervensi
2.
Mengurangi kecemasan dan mengetahuai
keadaan anaknya maupun terapi yang dijalani anaknya
3.
Mencegah terminasi dini dari ASI sang
ibu
4.
Keluarga dapat mandiri tanpa
ketergantungan dengan tim medis
|
.d. EVALUASI
1. Tidak
terdapat tanda-tanda injury
2. Kadar
bilirubin menurun
3. Tidak
terdapat komplikasi fototeraphy dan transfuse tukar
4. Keseimbangan
volume cairan dan elektrolit bayi stabil
5. Integritas
klit bayi dan utuh
6. Kecemasan
orang tua berkurang dan mengetahui tentang penyakit anaknya
7. Terjalin
interaksi bayi dan orangtua
(Asrining
dkk 2003)
DAFTAR PUSTAKA
Alimut, A. Aziz Hidayat.
2008. Pengantar ilmu keperawatan anak 1. Jakarta.
Salemba Medika
Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC
Lynn, Cecily Betz. 2009. Keperawatan Pediatri. Jakarta. EGC
Schwartz, M. William. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta. EGC
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta.
EGC
Suriadi, SKp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta.
Sagung Seto
Wong, L. Donna. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.
Jakarta.EGC
0 komentar:
Posting Komentar