Terupdate

Minggu, 27 Desember 2015

HIPERBILIRUBIN



HIPERBILIRUBIN

1.    Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi, Skp, MSN. 2006)
Hiperbilirubin adalah suatu kadar bilirubin serum total yang lebih dari 5 mg/dl, disebabkan oleh predisposisi neonatal untuk memproduksi bilirubin dan keterbatasan kemampuan untuk mengekskresikannya. (Cecily Lynn Betz, PhD, RN, FAAN. 2009)
Hiperbilirubin merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstra vaskuler sehingga konjungtiva, kulit dan mukosa akan berwarna kuning. (A. Aziz Alimul Hidayat. 2008)
Hiperbilirubin merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi dalam darah. (Dona L. Wong. 2009)


2.    Etiologi
·         Peningkatan bilrubin dapat terjadi karena; polycetlietnia, isoimmun hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler; cephalhematoma, ecchymosis
·         Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah inetabolik; galaktosemia hypothyroidisme, jaudince ASI. (Suriadi, Skp, MSN. 2006)
·         Faktor fisiologis (perkembangan-prematuritas)
·         Produksi bilirubin berlebihan (mis. Penyakit hemolitik, defek biokimia, memar)
·         Kombinasi kelebihan produksi dan kurang sekresi . (mis. Sepsis)
·         Beberapa keadaan penyakit (mis. Hipotiroidisme, galaktosemia, bayi dari ibu diabetes)
·         Predisposisi genetik terhadap peningkatan produksi (penduduk Amerika asli). (Donna L. wong. 2009)

3.    Patofisiologi
·         Bilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang disebabkan oleh karusakan sel darah merah (SDM). Ketika SDM dihancurkan, hasil pemecahannya terlepas kesirkulasi, tempat hemoglobin terpecah menjadi dua frraksi: heme dan globin. Bagian globin (protein) digunakan lagi oleh tubuh, dan bagian heme diubah menjadi bilirubin tidak terkonjugasi, suatu zat tidak larut yang terikat pada albumin.
·         Di hati bilirubin dilepas dari molekul albumin dan dengan adanya enzim glukuronil transferase, dikonjugasikan dengan asam glukoronat menghasilkan larutan dengan kelarutan tinggi, bilirubin glukuronat terkoonjugasi yang kemudian diekskresi dalam empedu. Di usus, kerja bakteri mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi urobilinogen, pigmen yang memberi warna khas pada tinja. Sebagian besar bilirubin tereduksi diekskresikan ke feses, sebagian kecil dieliminasi ke urine.
·         Normalnya tubuh mampu mempertahankan keseimbangan antara destruksi SDM dan penggunaan atau ekspresi produk sisa. Tetapi, bila keterbatasan perkembangan atau proses patologis memengaruhi keseimbangan ini, bilirubin akan terakumulasi dalam jaringan dan mengakibatnkan jaundis. (Donna L. Wong. 2009)
·         Jika pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial.
·         Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraselular “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatik dan adanya ikatan protein.
·         Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin difosfoglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid (UPGA) glukuronil transfferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
·         Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membran kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urin. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik.
·         Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek).
·         Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan hasil dari difisiensi atau tidak aktifnya glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan aliran darah hepatik.
·         Jaudince yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu ke 2 sampai ke 3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hyperbilirubin akan menurun berangsur-angsur dapat menetap selama 3 minggu sampai 10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Ika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hyperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya.
·         Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir. (Suriadi, SKp, MSN. 2006)

4.    Manifestasi Klinik
·         Tampak ikterus, sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi. Jaundice yang nampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari  ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundace fisiologis.
·         Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau merah. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
·         Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat. (Suriadi, SKp, MSN. 2006)  

1.    Ikterus pertama kali dapat dilihat pada daerah kepala dan batang tubuh dan berkembang ke bagian bawah.
2.    Kadar bilirubin menurun setelah lima hari dan biasanya berada dalam kondisi batas normal pada hari kesepuluh kehidupan. (Cecily Lynn Betz. 2009)




5.    Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis lebih ke arah suportif. Pencegahan hiperbilirubin neonatal harus selalu diusahakan dengan memberikan ASI secepat mungkin setelah lahir. Kadar bilirubin harus dipantau, dan bayi akan mendapat fototerapi sampai kadar darah diperoleh. Semua penyebab lain hiperbilirubin harus disingkirkan pada saat itu. Penyebab lain meliputi inkompatibilitas Rh, penyakit hemolitik, dan atresia bilier. Bayi yang berisiko tinggi mengalami hiperbilirubin, seperti bayi prematur dan mengalami hipoksia dan asidosis, dapat diberikan fototerapi sebelum kadar bilirubin bermakna. (Cecily Lynn Betz. 2009)
Fototerapi, dilakukan apabila telah ditegakan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui kinja dan urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dan biliverdin.walaupun cahaya biru memberikan panjang gelombang yang tepet untuk foto aktivasi bilirubin bebes, cahaya hijau dapat mempengaruhi foto reaksi bilirubin yang terikat albumin. cahaya menyebabkan reaksi foto kimia dalam kulit (fotoisomerisasi)yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi kedalam foto bilirubin, yang mana diexkresikan dalam hati kemudian dalam empedu.kemudian produk akhir reaksi adalah reversibel dan iexekskresikan kedalam empedu tanpa perlu konjugasi
Fenobarbital, dapat mengexkresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.meningkatkan sintesis hepatikglukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk meningkat bilirubin. Fenobarbital tidak sering dianjurkan.
Antibioatik, apabila terkait dengan infeksi (Suriadi, SKp, MSN. 2006)  

            Juga perlu dilakukan tindakan Transfusi Tukar  dengan tujuan :
1.    Menurunkan kadar bilirubin indirek
2.    Mengganti eritrosit yang dapat hemolisis
3.    Membuang anti bodi yang menyebabkan hemolisis
4.    Mengoreksi anemia






















ASUHAN KEPERAWATAN

a.    Pengkajian
ü  Pemeriksaan fisik
ü  Inspeksi, warna pada sklera, konjungtiva, membran mukosa mulut, kulit, urine dan tinja
ü  Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya paningkatan
ü  Tanyakan berapa lama jaundice muncul dan dan sejak kapan
ü  Apakah bayi ada demam
ü  Bagaimana kebutuhan pola umum
ü  Riwayat keluarga
ü  Apakah anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B

b.    Diagnosa Keperawatan
1.    Resiko tinggi Injury b/d peningkatan serum bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah
2.    Resiko tinggi cedera b/d komplikasi dari fototerhapy
3.    Resiko kurangnya volume cairan b/d hilangnya air tanpa disadari akibat fototeraphy
4.    Resiko cedera b/d komplikasi dari transfuse tukar
5.    Resiko gangguan integritas kulit b/d fototerapi yang dijalani
6.    Kecemasan b/d kuranganya pengetahuan keluarga


c.    Intervensi Keperawatan
Diagnosa        : Resiko tinggi Injury b/d peningkatan serum bilirubin sekunder  dari  pemecahan sel darah merah
Kriteria Hasil : Bayi terbebas dari injuri yang ditandai :
1.    Serum bilirubin menurun
2.    Tidak ada jaundice
3.    Refleks moro normal
4.    Tidak terdat sepsis
5.    Refleks hisap dan menelan baik
INTERVENSI / TINDAKAN
RASIONAL
1.    Kaji bilirubin setiap 1 x 4jam dan catat hasilnya



2.  Periksa kadar bilirubin dengan bilirubinometri transkutan

3.  Kalaborasi untuk foto terapi sesuai program

4.  Antisipasi kebutuhan transpusi tukar


5.  Kaji status umum bayi, khususnya factor-faktor  mis, hipoksia, hipotermia, hipoglikemia, atau asidosi)

1.    Bilirubin dalam darah yang meningkat akan mengakibatkan sel darah merah pecah. Dan untuk mengetahui ikterus fisiologi atau patologi
2.    Pemeriksaan dengan bilirubinometri transkutan dapat mengetahui adanya peningkatan kadar bilirubin
3.    Fototerhapi dapat menurunkan bilirubin dalam kulit memalui tinja dan urinedengan oksidasi foto.
4.    Dengan transfuse tukar dapat mengganti dan menurunkan kadar bilirubin indirek 
5.    Karena hal-hal tersebut dapat meningkatkan resiko kerusakan otak.

            Diagnosa        : Resiko tinggi cedera b/d komplikasi dari fototerhapy
Kriteria Hasil :
1.    Keseimbnagn dan suhu tubuh dalam batas normal
2.    Menu jukkan penurunan kadar bilirubin serum
3.    Tidak terjadi luka dan iritasi

INTERVENSI / TINDAKAN
RASIONAL
1.  Pastikan kelopak mata bayi tertutup sebelum foto treapi

2.  Ubah posisi dengan sering selama beberapa jam pertama pengobtan

3.    Pantau suhu tubuh

4.  Hindari dari bahan berminyak pada kulit
5.  Perhatikan warna dan frekuensi defekasi



1.    Dengan penutup mata mencegah iritasi pada mata terutama pada kornea mata.
2.    Mencegah pemajanan kulit maksimum, terutama kulit yang selalu tertekan
3.    Dengan memantau dapat diketahui terjadi hipotermi atau hipertermi
4.    Mencegah terjadinya iritasi dan luka bakar pada kulit
5.    Defekasi encer, sering dan kehijaun menandakan keefektifan foto terapi dengan pemecahanan ekskeresi bilirubin

Diagnosa      :   Resiko kurangnya volume cairan b/d hilangnya air tanpa disadari akibat fototeraphy
Kriteria Hasil :   Bayi tidak meunjukan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan urine normal, ubun-ubun tidak cekung, temperature dalam batas normal.

INTERVENSI / TINDAKAN
RASIONAL
1.  Pertahankan intake / pemasukan cairan
2.  Monitor intake dan output


3.    Berikan terpi infuse sesui program


4.  Kaji dehidrasi dan tanda-tanda dehidrasi


1.    Mempertahnkan cairan dan mencegah dehidrasi akibat fototerapi
2.    Mengetahui pengeluaran dan pemasukan cairan dapat membantu melaksanakan intervensi selanjutnya
3.    Dengan pemberian infuse maka akan mengurangi cairan yang hilang berlebihan. Dan konsentrasi urine
4.    Dengan mengkaji maka akan mengetahui tingkat aatu deraja dehidrasi yang di alami pasien

            Diagnosa      :   Resiko cedera b/d komplikasi dari transfuse tukar
Kriteria Hasil  : Menyelesaikan transfuse tukar tanpa komplikasi, Menunjukkan penurunan kadar bilirubin
INTERVENSI / TINDAKAN
RASIONAL
1.  Puasakan bayi sebelum melkukan transfuse tukar selama 2 -4 jam
2.  Pertahankan suhu tubuh optimal pada bayi selam prosedur

3.    Periksa donor darah untuk golongan darh dan tipe Rh



4.  Observasi adanya tanda-tanda reaksi transfusi tukar seperti, takikardi, brakikardi, gawat nafas,
5.  Sediakan alat resuitasi yang perlu seperti, Oksigen, laringskopi, jalan napas, selang endotrakeal
6.  Kalaborasi beri obat Protamin sulfat bila perlu
1.    Mencegah terjadinya aspirasi regurgitasi selama prosedure
2.    Membantu mencegah hipotermi atau stress dingin dan vasospasme selama prosedur
3.    Pemberian drah donor yang tidak sesuai Rh akan mengakibatkan munculnya reaksi transfuse. Dan antibody tersebut akan merusak eritrosit yang bru.
4.    Supaya segera mengambil tindakan dan terapi yang perlu

5.    mempersiapkan alat tersebut sebagai persiapan bila terjadi gawat darurat
6.    Untuk mengimbangi efek-efekantikoagulan dari darah yang diberi heparin

Diagnosa        :   Resiko kerusakan integritas kulit b/d fototerapi yang dijalani
Kriteria Hasil : Bayi tidak menunjukan adanya iritasi pada kulit yang ditandai dengan tidak terdapat ras, dan tidak ada ruam makular eritematosa.
INTERVENSI / TINDAKAN
RASIONAL
1.  Kaji dan inspeksi kulit setiap 4 jam


2.  Merubah posisi bayi yang sering


3.    Gunakan pelindung daerah genital


4.  Gunakan pengalas yang lembut


5.  Gunakan sabun bayi pada saat memandikan
1.    Mengetahui tingkat perubahan yang terjdi pad kulit pasien seperti adanya jaudience
2.    Mencegah pemajanan kulit maksimum, terutama kulit yang selalu tertekan
3.    Akibat panas fototerapi bias menyebabkan iritasi pada daerah genital bayi
4.    Mencegah terjadinya iritasi dan luka dekubitus terutama daerah yang sering tertekan
5.    PH sabun bayi akan menjaga kulit dari iritasi
Diagnosa         :   Kecemasan b/d kuranganya pengetahuan keluarga
                 Kriteria Hasil   : Orang tua tidak tampak cemas yang ditandai dengan orang tua mengekpresikan perasaan dan perhatian pada bayi dan Sakit dalam partisippasi perawatan bayi
INTERVENSI / TINDAKAN
RASIONAL
1.  Kaji tingkat kecemasan keluarga

2.    Beri informasi tentang penyakit dan terapi yang dijalani anaknya

3.  Terangkan perlunya untuk terus menyuplai pemberian ASI pada bayi melalui penggunan pompa payudara
4.    Beritahu keluarga tentang hal-hal yang perlu diperhatikan
1.    Sebagai data dasar untuk melanjutkan intervensi
2.    Mengurangi kecemasan dan mengetahuai keadaan anaknya maupun terapi yang dijalani anaknya
3.    Mencegah terminasi dini dari ASI sang ibu
4.    Keluarga dapat mandiri tanpa ketergantungan dengan tim medis

.d. EVALUASI
1.    Tidak terdapat tanda-tanda injury
2.    Kadar bilirubin menurun
3.    Tidak terdapat komplikasi fototeraphy dan transfuse tukar
4.    Keseimbangan volume cairan dan elektrolit bayi stabil
5.    Integritas klit bayi dan utuh
6.    Kecemasan orang tua berkurang dan mengetahui tentang penyakit anaknya
7.    Terjalin interaksi bayi dan orangtua
(Asrining dkk 2003)






DAFTAR PUSTAKA
Alimut, A. Aziz Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak 1. Jakarta. Salemba Medika
Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC
Lynn, Cecily Betz. 2009. Keperawatan Pediatri. Jakarta. EGC
Schwartz, M. William. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta. EGC
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta. EGC
Suriadi, SKp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta. Sagung Seto
Wong, L. Donna. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta.EGC


0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com

Sponsor