BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atresia
esofagus terjadi pada 1 dari 3.000-4.500 kelahiran hidup, sekitar sepertiga
anak yang terkena lahir prematur. Pada lebih dari 85% kasus, fistula antara
trakea dan esofagus distal menyertai atresia. Lebih jarang , atresia esofagus
terjadi sendiri-sendiri atau dengan kombinasi yang aneh. Gangguan pembentukan
dan pergerakan lipatan pasangan kranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan
primitif menjelaskan variasi-variasi pembentukan atresia dan fistula Atresia esofagus merupakan kelainan
kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal
dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula
trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal
antara esofagus dengan trakea.
Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat
badan lahir dan kelainan jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%,
sementara jika ditemukan adanyan salah satu faktor resiko mengurangi angka
keselamatan hingga 80% dan bisa hingga 30-50 % jika ada dua faktor
resiko.
Insidensi atresia esophagus di Amerika Serikat 1 kasus
setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per
10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus
dalam 2500 kelahiran hidup.
Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk
menelan, makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri
dan sekresi dari lambung.
B. Rumusan Masalah
1. Defenisi
Atresia Esofagus
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Manifestasi
Klinik
5. Penatalaksanaan
6. Asuhan
Keperawatan
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui defenisi Atresia Esofagus
2. Untuk
mengetahui etiologi dan patofisiologi Atresia Esofagus
3. Untuk
mengetahui Manifestasi Klinik
4. Untuk
mengetahui Penatalaksanaan
5. Untuk
mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak Atresia Esofagus
D. Manfaat
1. Dapat
memberikan informasi mengenai Atresia Esofagus
2. Dapat
memberikan pengetahuan mengenai hal-hal yang terkait dengan Atresia Esofagus
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi
Atresia
esofagus merupakan malformasi langka yang menggambarkan kegagalan perkembangan
esofagus sebagai sebuah pipa yang kontinu. Defek ini dapat terjadi sebagai
sebuah entitas yang terpisah atau dalam bentuk kombinasi dan tanpa diagnosis
serta penanganan yang dini, kedua malformasi tersebut secara cepat akan
berakhir dengan kematian. (Donna L. Wong.
2009)
B.
Etiologi
Penyebeb
atresia esofagus tidak diketahui. Diperkirakan insidennya berkisar dari 1 dalam
3.000 kelahiran hidup hingga 1 dalam 3.500 kelahiran hidup. Insiden seksual
tampaknya sama, namun berat badan kebanyakan bayi yang terkena malformasi ini
lebih rendah secara bermakna dibandingkan berat bayi rata-rata. Insiden
tertinggi yang tidak lazim dari prematuritas yang abnormal terdapat di antara
bayi-bayi yeng menyandang atresia esofagus. Anomali kongenital lainnya seperti
sindrom VATER atau VACTERAL dapat terjadi. Sindrom ini meliputi kombinasi
abnormalitas vertebra, anorektal, kardiovaskular, trakeoesofagus, renal, dan
ekstremitas
C.
Patofisiologi
Pada bentuk kongenital
esofagus dan fistula trakeoesofagus yang peling sering dijumpai (80% hingga 95%
kasus), segmen proksimal esofagus berakhir sebagai kantong buntu sedangkan
segmen distalnya berhubungan dengan trakea atau bronkus primer lewat sebuah
fistula yang pendek pada atau dekat bifurkasio. Varietas yang paling sering
kedua (5% hingga 8%) terdiri atas kantong buntu pada setiap ujung segmen
esofagus yang saling terpisah dengan jarak yang lebar dan tanpa adanya hubungan
dengan trakea. Pada kasus yang lebih jarang ditemui, trakea dan esofagus yang
normal dihubungkan lewat fistula yang sama. Anomali yang sangat jarang terdapat
meliputi sebuah fistula yang berjalan dari trakea ke segmen esofagus bagian
atas ke segmen atas esofagus maupun ke segmen bawahnya.
D.
Manifestasi
Klinik
Atresia esofagus harus
dicurigai
1. Pada
kasus polihidramnion
2. Jika
kateter yang digunakan untuk resusitasi saat lahir tidak bisa masuk ke dalam
lambung
3. Jika
bayi mengeluarkan sekresi mulut berlebihan
4. Jika
terjadi tersedak, sianosis atau batuk pada waktu berupaya menelan makanan.
Pengisapan sekresi yang
berlebihan dari mulut dan farings sering mengasilkan perbaikan tapi gejalanya
akan cepat berulang kembali. Sayang sekali, seringkali diagnosis baru dibuat
setelah setelah bayi mengalami aspirasi makanan. Apabila fistula menghubungkan
dengan trakea dan esofagus distal, udaranya biasanya masuk ke perut, sehingga
perut menjadi timpani dan mungkin menjadi begitu kembung sehingga mengganggu
pernafasan. Jika fistula menghubungkan esofagus proksimal dengan trakea, upaya
pertama pemberian makan dapat menyebabkan aspirasi berat. Bayi dengan atresia
yang tidak mempunyai fistula mempunyai perut skafoid dan tidak berisi udara.
Pada keadaan fistula tanpa atresia (“tipe H”) yang jarang terjadi, tanda yang
sering ditemukan adalah pneumonia aspirasi berulang, dan diagnosisnya dapat
tertunda hingga beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan. Aspirasi sekret
farings hampir selalu terjadi pada semua penderita atresia esofagus, tapi
aspirasi isi lambung lewat fistula distal menyebabkan pneumonitis kimia yang
lebih berat dan membahayakan jiwa.
E.
Penatalaksanaan
Atresia esofagus adalah
kasus gawat darurat prabedah. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan
untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus
harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret.
Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi
resprasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
·
Penatalaksanaan
Medis
kadang-kadang, kondisi
penderita mengharuskan operasi tersebut dilakukan secara bertahap. Tahap
pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk
memasukkan makanan. Dan langkah kedua adalah anastomosis kedua ujung esofagus.
8-10 hari setelah anastomosis primer,
makanan lewat mulut biasanya diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan
menolong menilai keberhasilan anastomosis
malformasi struktur
trakea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula esophagus.
Trakeomalasia, pneumonia, aspirasi berulang, dan enyakit saluran nafas reaktif
sering ditemukan. Perkembangan trakeanya normal jika tidak ada fistula, stenosis
esophagus dan refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini.
Gagal tumbuh, makan lambat, batuk dan sulit menelan adalah sekuele yang sering
timbul, terutama jika anastomosis primer tidak dapat dilakukan segera pada
masabayi baru lahir. Stenosis di tempat anastomosis sering terjadi dan mungkin
melakukan dilatasi.
·
Penatalaksanaan Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk
untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan
lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya
hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan
yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus
sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru
berkembang.
Post Operasi
Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan
perawatan sebagai berikut :
·
Monitor
pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal
·
Oksigen
perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan
·
Analgetik
diberi jika dibutuhkan
·
Pemeriksaan
darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan
·
Pemeriksaan
scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esophagus
·
Bayi
diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi)
atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan
makanan sendiri
·
Sekret
dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik
Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih,
tergantung pada terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini.
Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah
operasi untuk monitor fungsi esophagus
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
· Lakukan pengkajian bayi baru lahir
· Observasi manifestasi atresia
esofagus dan fistula trakeoesofagus (FTE)
· Bantu dengan prosedur diagnostik,
misalnya radiografi dada dan abdomen; kateter dengan perlahan dimasukkan
kedalam esofagus yang membentur tahanan bila lumen tersebut tersumbat
· Kaji tanda-tanda distres pernapasan
B.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
b/d lubang abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan
sekresi
2.
Kerusakan
(kesulitan) menelan b/d obstruksi
mekanis
3.
Resiko
tinggi cedera b/d prosedur
pembedahan
4.
Ansietas
b/d kesulitan menelan,
ketidaknyamanan karena pembedahan
5.
Perubahan
proses keluarga b/d anak dengan defek fisik
C.
Intervensi Keperawatan
Dx
1 : Bersihan jalan napas tidak efektif
b/d lubang abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan
sekresi
Tujuan: Pasien mempertahankan jalan napas
yang paten tanpa aspirasi
Kriteria Hasil:
·
Jalan
napas tetap paten
·
Bayi
tidak teraspirasi sekresi
·
Pernapasan
tetap pada batas normal
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Lakukan pengisapan sesuai dengan
kebutuhan
|
Untuk menghilangkan penumpukan sekresi di orofaring
|
2.
|
Beri posis terlentang dengan
kepala ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan (sedikitnya 300).
|
Untuk menurunkan tekanan pada
rongga torakal dan meminimalkan refluks sekresi lambung ke esophagus distal
dan ke dalam trakea dan bronki
|
3.
|
Beri oksigen jika bayi menjadi
sianotik
|
Untuk membantu menghilangkan
distress pernapasan
|
4.
|
Jangan gunakan tekanan positif
(misalnya; kantong resusitasi/ masker)
|
Karena dapat memasukkan udara ke
dalam lambung dan usus, yang menimbulkan tekana tambahan pada rongga torakal
|
5.
|
Puasakan
|
Untuk mencegah aspirasi
|
6.
|
Pertahankan penghisapan segmen
esophagus secara intermitten atau kontinue, bila di pesankan pada masa pra
operasi.
|
Untuk menjaga agar kantong buntu
tersebut tetap kosong
|
7.
|
Tinggalkan selang gastrostomi,
bila ada, terbuka untuk drainase gravitasi.
|
Agar udara dapat keluar,
meminimalkan resiko regurgitasi isi lambung dengan trakea.
|
Dx 2 : Kerusakan (kesulitan) menelan b/d obstruksi mekanis.
Tujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang
adekuat
Kriteria Hasil : Bayi mendapat nutrisi yang cukup
dan menunjukkan penambahan berat badan yang memuaskan
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Beri makan melalui gastrostomi
sesuai dengan ketentuan
|
Untuk memberikan nutrisi sampai
pemberian makanan oral memungkinkan.
|
2.
|
Lanjutkan pemberian makan oral
sesuai ketentuan, sesuai kondisi bayi dan perbaikan pembedahan.
|
Untuk memenuhi kebutuhan akan
nutrisi bayi
|
3.
|
Observasi dengan ketat.
|
Untuk memastikan bayi mampu
menelan tanpa tersedak.
|
4.
|
Pntau masukan keluaran dan berat
badan.
|
Untuk mengkaji keadekuatan masukan
nutrisi.
|
5.
|
Ajarkan keluarga tentang teknik
pemberian makan yang tepat.
|
Untuk mempersiapkan diri terhadap
pemulangan.
|
Dx 3 : Resiko tinggi cedera b/d prosedur pembedahan
Tujuan : Pasien tidak mengalami trauma pada
sisi pembedahan.
Kriteria Hasil : Anak tidak menunjukkan bukti-bukti
cidera pada sisi pembedahan
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Hisap hanya dengan kateter yang
diukur sebelumnya sampai ke jarak yang tidak mencapai sisi pembedahan
|
Untuk mencegah trauma pada mukosa.
|
Dx 4 : Ansietas b/d kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pembedahan
Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda
ketidaknyamanan.
Kriteria Hasil:
· Bayi istirahat dengan tenang, sadar
bila terjaga, dan melakukan penghisapan non- nutrisi
· Mulut tetap bersih dan lembab
· Nyeri yang dialamianak minimal atau
tidak ada
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Beri stimulasi taktil (mis;
membelai, mengayun).
|
Untuk memudahkan perkembangan
optimal dan meningkatkan kenyamanan.
|
2.
|
Beri perawatan mulut.
|
Untuk menjaga agar mulut tetap
bersih dan membran mukosa lembab.
|
3.
|
Beri analgesik sesuai ketentuan
|
|
4.
|
Dorong orangtua untuk
berpastisipasi dalam perawatan anak.
|
Untuk memberikan
rasa nyaman dan aman.
|
Dx 5 : Perubahan proses keluarga b/d anak
dengan defek fisik
Tujuan : pasien (keluarga) disiapkan untuk
perawatan anak di rumah
Kriteria hasil : Keluarga menunjukkan kemampuan
untuk memberiakn perawatan pada bayi, memahami tanda-tanda komplikasi, dan
tindakan yang tepat.
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Ajarkan pada keluarga tentang
keterampilan dan observasi kebutuhan perawat di rumah:
|
|
D.
Evaluasi
1. Klien dapat bernafas dengan normal
2. Terpenuhinya pemenuhan nutrisi klien
3. Tidak adanya cedera pada pembedahan
4. Klien merasa nyaman pada saat
menelan
5. Keluarga kilen dapat melakukan
perawatan di rumah
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Atresia
esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya
esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat
terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana
terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman. 2000. Imlu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC
Wong, Donna L. 2009. Keperawatan Pediatrik. Jakarta. EGC
0 komentar:
Posting Komentar