Terupdate

Minggu, 27 Desember 2015

Atresia esofagus



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Atresia esofagus terjadi pada 1 dari 3.000-4.500 kelahiran hidup, sekitar sepertiga anak yang terkena lahir prematur. Pada lebih dari 85% kasus, fistula antara trakea dan esofagus distal menyertai atresia. Lebih jarang , atresia esofagus terjadi sendiri-sendiri atau dengan kombinasi yang aneh. Gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan pasangan kranial dan satu lipatan kaudal pada usus depan primitif menjelaskan variasi-variasi pembentukan atresia dan fistula Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan lahir dan kelainan jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara jika ditemukan adanyan salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan hingga 80%  dan bisa hingga 30-50 % jika  ada dua faktor resiko.
Insidensi atresia esophagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.
Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.



B.     Rumusan Masalah
1.      Defenisi Atresia Esofagus
2.      Etiologi
3.      Patofisiologi
4.      Manifestasi Klinik
5.      Penatalaksanaan
6.      Asuhan Keperawatan
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui defenisi Atresia Esofagus
2.      Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi Atresia Esofagus
3.      Untuk mengetahui Manifestasi Klinik
4.      Untuk mengetahui Penatalaksanaan
5.      Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak Atresia Esofagus
D.    Manfaat
1.      Dapat memberikan informasi mengenai Atresia Esofagus
2.      Dapat memberikan pengetahuan mengenai hal-hal yang terkait dengan Atresia Esofagus










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Defenisi
Atresia esofagus merupakan malformasi langka yang menggambarkan kegagalan perkembangan esofagus sebagai sebuah pipa yang kontinu. Defek ini dapat terjadi sebagai sebuah entitas yang terpisah atau dalam bentuk kombinasi dan tanpa diagnosis serta penanganan yang dini, kedua malformasi tersebut secara cepat akan berakhir dengan kematian. (Donna L. Wong. 2009)
B.     Etiologi
Penyebeb atresia esofagus tidak diketahui. Diperkirakan insidennya berkisar dari 1 dalam 3.000 kelahiran hidup hingga 1 dalam 3.500 kelahiran hidup. Insiden seksual tampaknya sama, namun berat badan kebanyakan bayi yang terkena malformasi ini lebih rendah secara bermakna dibandingkan berat bayi rata-rata. Insiden tertinggi yang tidak lazim dari prematuritas yang abnormal terdapat di antara bayi-bayi yeng menyandang atresia esofagus. Anomali kongenital lainnya seperti sindrom VATER atau VACTERAL dapat terjadi. Sindrom ini meliputi kombinasi abnormalitas vertebra, anorektal, kardiovaskular, trakeoesofagus, renal, dan ekstremitas
C.    Patofisiologi
Pada bentuk kongenital esofagus dan fistula trakeoesofagus yang peling sering dijumpai (80% hingga 95% kasus), segmen proksimal esofagus berakhir sebagai kantong buntu sedangkan segmen distalnya berhubungan dengan trakea atau bronkus primer lewat sebuah fistula yang pendek pada atau dekat bifurkasio. Varietas yang paling sering kedua (5% hingga 8%) terdiri atas kantong buntu pada setiap ujung segmen esofagus yang saling terpisah dengan jarak yang lebar dan tanpa adanya hubungan dengan trakea. Pada kasus yang lebih jarang ditemui, trakea dan esofagus yang normal dihubungkan lewat fistula yang sama. Anomali yang sangat jarang terdapat meliputi sebuah fistula yang berjalan dari trakea ke segmen esofagus bagian atas ke segmen atas esofagus maupun ke segmen bawahnya.

D.    Manifestasi Klinik
Atresia esofagus harus dicurigai
1.      Pada kasus polihidramnion
2.      Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi saat lahir tidak bisa masuk ke dalam lambung
3.      Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut berlebihan
4.      Jika terjadi tersedak, sianosis atau batuk pada waktu berupaya menelan makanan.
Pengisapan sekresi yang berlebihan dari mulut dan farings sering mengasilkan perbaikan tapi gejalanya akan cepat berulang kembali. Sayang sekali, seringkali diagnosis baru dibuat setelah setelah bayi mengalami aspirasi makanan. Apabila fistula menghubungkan dengan trakea dan esofagus distal, udaranya biasanya masuk ke perut, sehingga perut menjadi timpani dan mungkin menjadi begitu kembung sehingga mengganggu pernafasan. Jika fistula menghubungkan esofagus proksimal dengan trakea, upaya pertama pemberian makan dapat menyebabkan aspirasi berat. Bayi dengan atresia yang tidak mempunyai fistula mempunyai perut skafoid dan tidak berisi udara. Pada keadaan fistula tanpa atresia (“tipe H”) yang jarang terjadi, tanda yang sering ditemukan adalah pneumonia aspirasi berulang, dan diagnosisnya dapat tertunda hingga beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan. Aspirasi sekret farings hampir selalu terjadi pada semua penderita atresia esofagus, tapi aspirasi isi lambung lewat fistula distal menyebabkan pneumonitis kimia yang lebih berat dan membahayakan jiwa.
E.     Penatalaksanaan
Atresia esofagus adalah kasus gawat darurat prabedah. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi resprasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
·         Penatalaksanaan Medis
kadang-kadang, kondisi penderita mengharuskan operasi tersebut dilakukan secara bertahap. Tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk memasukkan makanan. Dan langkah kedua adalah anastomosis kedua ujung esofagus. 8-10 hari  setelah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya diterima. Esofagografi pada hari ke 10 akan menolong menilai keberhasilan anastomosis
malformasi struktur trakea sering ditemukan pada penderita atresia dan fistula esophagus. Trakeomalasia, pneumonia, aspirasi berulang, dan enyakit saluran nafas reaktif sering ditemukan. Perkembangan trakeanya normal jika tidak ada fistula, stenosis esophagus dan refluks gastroesofagus berat lebih sering pada penderita ini. Gagal tumbuh, makan lambat, batuk dan sulit menelan adalah sekuele yang sering timbul, terutama jika anastomosis primer tidak dapat dilakukan segera pada masabayi baru lahir. Stenosis di tempat anastomosis sering terjadi dan mungkin melakukan dilatasi.
·         Penatalaksanaan Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.
Post Operasi
Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut :
·         Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal
·         Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan
·         Analgetik  diberi jika dibutuhkan
·         Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan
·         Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esophagus
·         Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri
·         Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik
Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi esophagus














ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
·      Lakukan pengkajian bayi baru lahir
·      Observasi manifestasi atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus (FTE)
·      Bantu dengan prosedur diagnostik, misalnya radiografi dada dan abdomen; kateter dengan perlahan dimasukkan kedalam esofagus yang membentur tahanan bila lumen tersebut tersumbat
·      Kaji tanda-tanda distres pernapasan
B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif b/d lubang abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi
2.      Kerusakan (kesulitan) menelan b/d obstruksi mekanis
3.      Resiko tinggi cedera b/d prosedur pembedahan
4.      Ansietas b/d kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pembedahan
5.      Perubahan proses keluarga b/d anak dengan defek fisik
C.    Intervensi Keperawatan
Dx 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif b/d lubang abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi
Tujuan: Pasien mempertahankan jalan napas yang paten tanpa aspirasi
Kriteria Hasil:
·         Jalan napas tetap paten
·         Bayi tidak teraspirasi sekresi
·         Pernapasan tetap pada batas normal


No
Intervensi
Rasional
1.
Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan
  Untuk menghilangkan penumpukan sekresi   di orofaring
2.
Beri posis terlentang dengan kepala ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan (sedikitnya 300).
Untuk menurunkan tekanan pada rongga torakal dan meminimalkan refluks sekresi lambung ke esophagus distal dan ke dalam trakea dan bronki
3.
Beri oksigen jika bayi menjadi sianotik
Untuk membantu menghilangkan distress pernapasan
4.
Jangan gunakan tekanan positif (misalnya; kantong resusitasi/ masker)
Karena dapat memasukkan udara ke dalam lambung dan usus, yang menimbulkan tekana tambahan pada rongga torakal
5.
Puasakan
Untuk mencegah aspirasi
6.
Pertahankan penghisapan segmen esophagus secara intermitten atau kontinue, bila di pesankan pada masa pra operasi.
Untuk menjaga agar kantong buntu tersebut tetap kosong
7.
Tinggalkan selang gastrostomi, bila ada, terbuka untuk drainase gravitasi.
Agar udara dapat keluar, meminimalkan resiko regurgitasi isi lambung dengan trakea.
Dx 2 : Kerusakan (kesulitan) menelan b/d obstruksi mekanis.
Tujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil : Bayi mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan yang memuaskan
No
Intervensi
Rasional
1.
Beri makan melalui gastrostomi sesuai dengan ketentuan
Untuk memberikan nutrisi sampai pemberian makanan oral memungkinkan.
2.
Lanjutkan pemberian makan oral sesuai ketentuan, sesuai kondisi bayi dan perbaikan pembedahan.
Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi bayi
3.
Observasi dengan ketat.
Untuk memastikan bayi mampu menelan tanpa tersedak.
4.
Pntau masukan keluaran dan berat badan.
Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.
5.
Ajarkan keluarga tentang teknik pemberian makan yang tepat.
Untuk mempersiapkan diri terhadap pemulangan.
Dx 3 : Resiko tinggi cedera b/d prosedur pembedahan
Tujuan : Pasien tidak mengalami trauma pada sisi pembedahan.
Kriteria Hasil : Anak tidak menunjukkan bukti-bukti cidera pada sisi  pembedahan
No
Intervensi
Rasional
1.
Hisap hanya dengan kateter yang diukur sebelumnya sampai ke jarak yang tidak mencapai sisi pembedahan
Untuk mencegah trauma pada mukosa.
Dx 4 : Ansietas b/d kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pembedahan
Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda ketidaknyamanan.
Kriteria Hasil:
·      Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan  non- nutrisi
·      Mulut tetap bersih dan lembab
·      Nyeri yang dialamianak minimal atau tidak ada
No
Intervensi
Rasional
1.
Beri stimulasi taktil (mis; membelai, mengayun).
Untuk memudahkan perkembangan optimal dan meningkatkan kenyamanan.
2.
Beri perawatan mulut.
Untuk menjaga agar mulut tetap bersih dan membran mukosa lembab.
3.
Beri analgesik sesuai ketentuan

4.
Dorong orangtua untuk berpastisipasi dalam perawatan anak.
Untuk memberikan rasa nyaman dan aman.
Dx 5 : Perubahan proses keluarga b/d anak dengan defek fisik
Tujuan : pasien (keluarga) disiapkan untuk perawatan anak di rumah
Kriteria hasil : Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberiakn perawatan pada bayi, memahami tanda-tanda komplikasi, dan tindakan yang tepat.
No.
Intervensi
Rasional
1.
Ajarkan pada keluarga tentang keterampilan dan observasi kebutuhan perawat di rumah:
  • Beri posisi
  • Tanda-tanda distress pernapasan
  • Tanda-tanda komplikasi; menolak makan, disfagia, peningkatan batuk.
  • Kebutuhan alat dan bahan yang diperlukan
  • Perawatan gastrostomi bila bayi telah dioperasi, termasuk teknik-teknik seperti pengisapan, pemberian makan, perawatan sisi operasidan atau ostomi, dan penggantian balutan.
  • Untuk mencegah aspirasi
  • Untuk mencegah keterlam-batan tindakan
  • Agar praktisi dapat diberitahu
  • Untuk menjamin perawatan yang tepat setelah pulang.
D.    Evaluasi
1.      Klien dapat bernafas dengan normal
2.      Terpenuhinya pemenuhan nutrisi klien
3.      Tidak adanya cedera pada pembedahan
4.      Klien merasa nyaman pada saat menelan
5.      Keluarga kilen dapat melakukan perawatan di rumah















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.























DAFTAR PUSTAKA

Behrman. 2000. Imlu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC
Wong, Donna L. 2009. Keperawatan Pediatrik. Jakarta. EGC



0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com

Sponsor