PENDAHULUAN
Tiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial pada
berbagai tingkat hubungan, yaitu hubungan intim biasa sampai hubungan saling
ketergantungan. Keintiman dan saling ketergantungan dalam menghadapi dan
mengatasi berbagai kebutuhan hidupnya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan
sosial. Oleh karena itu individu perlu membina hubungan interpersonal yang
memuaskan.
Kepuasan hubungan dapat dicapai jika individu terlibat secara aktif dalam
proses berhubungan. Peran serta yang tinggi dalam berhubungan disertai respon
lingkungan yang positif akan meningkatkan rasa memiliki, kerjasama, hubungan
timbal balik yang sinkron (Stuart dan Sundeen, 1995, hal. 518). Peran serta
dalam proses hubungan dapat berfluktuasi sepanjang rentang tergantung
(dependen) dan mandiri (independent), artinya suatu saat individu tergantung pada
orang lain dan suatu saat orang lain tergantung pada individu.
Pemutusan proses hubungan terkait erat dengan ketidakpuasan individu
terhadap proses hubungan yang disebabkan oleh kurangnya peran serta respons
lingkungan yang negatif. Kondisi ini dapat mengembangkan rasa tidak percaya
diri dan keinginan untuk menghindar dari orang lain (tidak percaya pada orang
lain).
BAB
I
KONSEP MEDIS
A. PERKEMBANGAN HUBUNGAN SOSIAL
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses
tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampai dengan dewasa lanjut. Untuk
mengembangkan hubungan sosial yang positif, setiap tugas perkembangan sepanjang
daur kehidupan diharapkan dilalui dengan sukses. Kemampuan berperan serta dalam
proses hubungan diawali dengan kemampuan tergantung pada masa bayi dan
berkembang pada masa dewasa dengan kemampuan saling tergantung (tergantung dan
mandiri).
Bayi
Bayi sangat tergantung pada orang
lain dalam pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologisnya. Bayi umumnya
menggunakan komunikasi yang sangat sederhana dalam menyampaikan kebutuhannya,
misalnya: menangis untuk semua kebutuhan. Respons lingkungan (ibu atau
“pengasuh”) terhadap kebutuhan bayi harus sesuai agar berkembang rasa percaya diri bayi akan
respons/perilakunya dan rasa percaya
bayi terhadap orang lain (Ericson).
Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada orang lain
akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri sendiri dan orang lain; serta
menarik diri (Haber, dkk.,1987. 90).
Pra Sekolah
Anak pra sekolah mulai memperluas hubungan sosialnya di luar lingkungan
keluarga khususnya ibu (“pengasuh”). Anak menggunakan kemampuan berhubungan
yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga. Dalam
hal ini anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga khususnya pemberian
pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan
dasar rasa otonomi anak yang berguna
untuk mengembangkan kemampuan hubungan
interdependen.
Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan disertai respons
keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu mengontrol
diri, tidak mandiri (tergantung), ragu, menarik diri dari lingkungan kurang
percaya diri, pesimis, takut perilakunya salah (Haber, dkk., 1987. hal. 91).
Anak Sekolah
Anak mulai
mengenal hubungan yang lebih luas khususnya lingkungan sekolah. Pada usia anak
mulai mengenal bekerja sama, kompetisi, kompromi. Konflik sering terjadi dengan
orang tua karena pembatasan dan dukungan yang tidak konsisten. Teman dengan
orang dewasa di luar keluarga (guru, orang tua, teman) merupakan sumber
pendukung yang penting bagi anak.
Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman di sekolah, kurangnya
dukungan guru dan pembatasan serta dukungan yang tidak konsisten dari orang tua
mengakibatkan anak frustasi terhadap kemampuannya, putus asa, merasa tidak
mampu dan menarik diri dan lingkungan (Haber, dkk., 1987. hal. 91).
Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya dan
sejenis dan umumnya mempunyai sahabt karib. Hubungan dengan teman sangat
tergantung sedangkan hubungan dengan orang tua mulai independen. Kegagalan
membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orang tua akan
mengakibatkan keraguan akan identitas, ketidakmampuan mengidentifikasi karir
dan rasa percaya diri yang kurang.
Dewasa Muda
Pada usia individu mempertahankan hubungan interdependen dengan orang tua
dan teman sebaya. Individu belajar mengambil keputusan dengan memperhatikan
saran dan pendapat orang lain, seperti: memilih pekerjaan, memilih karir,
melangsungkan perkawinan.
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, perkawinan akan
mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus
asa.
Dewasa Tengah
Individu pada usia dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal
dengan orang tua, khususnya individu yang telah menikah. Jika ia telah menikah
maka peran menjadi orang tua dan mempunyai hubungan antar orang dewasa
merupakan situasi tempat menguji kemampuan hubungan interdependen.
Individu yang perkembangannya baik akan dapat mengembangkan hubungan dan
dukungan yang baru.
Kegagalan pisah tempat dengan orang tua, membina hubungan yang baru, dan
mendapatkan dukungan dari orang dewasa lain akan mengakibatkan perhatian hanya
tertuju pada diri sendiri, produktivitas dan kreativitas berkurang, perhatian
pada orang lain berkurang.
Dewasa Lanjut
Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan, baik kehilangan fungsi
fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dan pasangan), anggota
keluarga (kematian orang tua). Individu tetap memerlukan hubungan yang
memuaskan dengan orang lain. Individu yang mempunyai perkembangan yang baik
dapat menerima kehilangan yang terjadi dalam kehidupannya dan mengakui bahwa
dukungan orang lain dapat membantu dalam menghadapi kehilangannya.
Kegagalan individu untuk menerima kehilangan yang terjadi pada
kehidupannya serta menolak bantuan yang disediakan untuk membantu akan
mengakibatkan perilaku menarik diri.
Kegagalan-kegagalan yang terjadi sepanjang daur kehidupan dapat
mengakibatkan perilaku diri.
B. GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL MENARIK DIRI
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993, hal.
336). Terjadinya menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan stersor
presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu,
takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar
dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan
ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan
sehari-hari hampir terabaikan.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
TANDA DAN GEJALA
a.
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan
(data objektif)
1.
Apatis, ekspresi sedih, efek tumpul
2.
Menghindar dari orang lain (menyendiri). Klien tampak
memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan.
3.
komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/perawat.
4.
Tidak ada kontakmata. Klien lebih sering menunduk.
5.
Berdiam diri di kamar/tempat terpisah. Klien kurang
mobilitasnya.
6.
Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7.
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan
diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
8.
Posisi janin pada saat tidur .
b.
Data subjektif sukar didapat jika klien menolak
berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah : menjawab dengan singkat dengan
kata-kata “tidak”, “ya”, “tidak tahu”.
B. RENTANG RESPON
- Risiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri
- Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengar harga diri rendah
C. POHON MASALAH
D. MASALAH KEPERAWATAN
- Isolasi sosial : menarik diri.
- Gangguan harga diri :harga diri rendah
- Risiko perubahan sensori persepsi
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa : Risiko
perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum : tidak
terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus : Klien
dapat :
- Membina hubungan saling percaya
- Menyebutkan penyebab menarik diri
- Menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
- Melakukan hubungan sosial secara bertahap klien-perawat. Klien-perawat, klien/perawat; klien-kelompok; klien-keluarga.
- Mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain
- Memberdayakan sistem pendukung
- Menggunakan obat dengan benar dan tepat.
F. TINDAKAN KEPERAWATAN
1.1.
Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,
perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topik yang akan dibicarakan,
tempat berbicara, waktu berbicara).
1.2.
Berikan perhatian dan penghargaan: temaniklien walau
klien tidak menjawab, katakan “saya akan duduk di samping anda, jika ingin
mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan” Jika klien menatap perawat katakan
“ada yang ingin anda katakan”.
1.3.
Dengarkan klien dengan empati: beri kesempatan bicara
(jangan diburu-buru), tunjukkan perawat mengikuti pembicaraan.
2.1.
Bicarakan dengan klien penyebab tidak ingin begaul
dengan orang lain.
2.2.
Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.
3.1.
Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain
3.2.
Bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
klien untuk bergaul.
4.1.
Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien (jika
mungkin perawat yang sama).
4.2.
Motivasi/temani klien untuk berinteraksi/berkenan
dengan klien/perawat lain. Beri contoh cara berkenalan.
4.3.
Tingkatkan interaksi klien secara bertahap (satu klien,
dua klien, satu perawat, dua perawat, dan seterusnya.
4.4.
Libatkan klien dalam terapi aktifitas-aktifitas
kelompok : sosialisasi
4.5.
Bantu klien melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari
dengan interaksi
4.6.
Fasilitas hubungan klien dengan keluarga secara
terapeutik
5.1.
Diskusikan dengan klien setiap selesai
interaksi/kegiatan.
5.2.
Beri pujian akan keberhasilan klien.
6.1.
Berikan pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien
melalui pertemuan individu secara rutin dan pertemuan keluarga.
7.1.
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
(benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu, benar klien).
7.2.
Anjurkan klien membicarakan efek atau efek samping obat
yang dirasakan.
G. HASIL AKHIR YANG DIHARAPKAN
Pada klien :
- Tidak terjadi perubahan sensori persepsi.
- Klien mengetahui penyebab menarik diri
- Klien mengetahui keuntungan berinteraksi
- Klien mampu berinteraksi dengan orang lain
Pada keluarga
- Keluarga mampu berkomunikasi dengan klien secara terapeutik
- Keluarga mampu mengurangi penyebab klien menarik diri
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, G.W., dan Sunden, S.J.
(1995). Principles and practice of
psychiatric nursing, (5thed.) St. Louis: Mosby Year Book.
Stuart, G.W., dan Laraia, M.T.
(1998). Principles and practice of
psychiatric nursing, (6th ed.) St. Louis: Mosby Year Book.
Townsend, M.C. (1998). Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatri : Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta: ECG (terjemahan).
0 komentar:
Posting Komentar