Terupdate

Kamis, 10 Desember 2015

GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL MENARIK DIRI




PENDAHULUAN

Tiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial pada berbagai tingkat hubungan, yaitu hubungan intim biasa sampai hubungan saling ketergantungan. Keintiman dan saling ketergantungan dalam menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan hidupnya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Oleh karena itu individu perlu membina hubungan interpersonal yang memuaskan.
Kepuasan hubungan dapat dicapai jika individu terlibat secara aktif dalam proses berhubungan. Peran serta yang tinggi dalam berhubungan disertai respon lingkungan yang positif akan meningkatkan rasa memiliki, kerjasama, hubungan timbal balik yang sinkron (Stuart dan Sundeen, 1995, hal. 518). Peran serta dalam proses hubungan dapat berfluktuasi sepanjang rentang tergantung (dependen) dan mandiri (independent), artinya suatu saat individu tergantung pada orang lain dan suatu saat orang lain tergantung pada individu.
Pemutusan proses hubungan terkait erat dengan ketidakpuasan individu terhadap proses hubungan yang disebabkan oleh kurangnya peran serta respons lingkungan yang negatif. Kondisi ini dapat mengembangkan rasa tidak percaya diri dan keinginan untuk menghindar dari orang lain (tidak percaya pada orang lain).




 





BAB  I
KONSEP MEDIS


A.    PERKEMBANGAN HUBUNGAN SOSIAL
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampai dengan dewasa lanjut. Untuk mengembangkan hubungan sosial yang positif, setiap tugas perkembangan sepanjang daur kehidupan diharapkan dilalui dengan sukses. Kemampuan berperan serta dalam proses hubungan diawali dengan kemampuan tergantung pada masa bayi dan berkembang pada masa dewasa dengan kemampuan saling tergantung (tergantung dan mandiri).
Bayi
Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologisnya. Bayi umumnya menggunakan komunikasi yang sangat sederhana dalam menyampaikan kebutuhannya, misalnya: menangis untuk semua kebutuhan. Respons lingkungan (ibu atau “pengasuh”) terhadap kebutuhan bayi harus sesuai agar berkembang rasa percaya diri bayi akan respons/perilakunya dan rasa percaya bayi terhadap orang lain (Ericson).
Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri sendiri dan orang lain; serta menarik diri (Haber, dkk.,1987. 90).
Pra Sekolah
Anak pra sekolah mulai memperluas hubungan sosialnya di luar lingkungan keluarga khususnya ibu (“pengasuh”). Anak menggunakan kemampuan berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari keluarga khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar rasa otonomi anak yang berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan interdependen.
Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan disertai respons keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu mengontrol diri, tidak mandiri (tergantung), ragu, menarik diri dari lingkungan kurang percaya diri, pesimis, takut perilakunya salah (Haber, dkk., 1987. hal. 91).
Anak Sekolah
Anak mulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya lingkungan sekolah. Pada usia anak mulai mengenal bekerja sama, kompetisi, kompromi. Konflik sering terjadi dengan orang tua karena pembatasan dan dukungan yang tidak konsisten. Teman dengan orang dewasa di luar keluarga (guru, orang tua, teman) merupakan sumber pendukung yang penting bagi anak.
Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman di sekolah, kurangnya dukungan guru dan pembatasan serta dukungan yang tidak konsisten dari orang tua mengakibatkan anak frustasi terhadap kemampuannya, putus asa, merasa tidak mampu dan menarik diri dan lingkungan (Haber, dkk., 1987. hal. 91).
Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya dan sejenis dan umumnya mempunyai sahabt karib. Hubungan dengan teman sangat tergantung sedangkan hubungan dengan orang tua mulai independen. Kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan orang tua akan mengakibatkan keraguan akan identitas, ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri yang kurang.
Dewasa Muda
Pada usia individu mempertahankan hubungan interdependen dengan orang tua dan teman sebaya. Individu belajar mengambil keputusan dengan memperhatikan saran dan pendapat orang lain, seperti: memilih pekerjaan, memilih karir, melangsungkan perkawinan.
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, perkawinan akan mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain, putus asa.
Dewasa Tengah
Individu pada usia dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal dengan orang tua, khususnya individu yang telah menikah. Jika ia telah menikah maka peran menjadi orang tua dan mempunyai hubungan antar orang dewasa merupakan situasi tempat menguji kemampuan hubungan interdependen.
Individu yang perkembangannya baik akan dapat mengembangkan hubungan dan dukungan yang baru.
Kegagalan pisah tempat dengan orang tua, membina hubungan yang baru, dan mendapatkan dukungan dari orang dewasa lain akan mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada diri sendiri, produktivitas dan kreativitas berkurang, perhatian pada orang lain berkurang.
Dewasa Lanjut
Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan, baik kehilangan fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dan pasangan), anggota keluarga (kematian orang tua). Individu tetap memerlukan hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Individu yang mempunyai perkembangan yang baik dapat menerima kehilangan yang terjadi dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu dalam menghadapi kehilangannya.
Kegagalan individu untuk menerima kehilangan yang terjadi pada kehidupannya serta menolak bantuan yang disediakan untuk membantu akan mengakibatkan perilaku menarik diri.
Kegagalan-kegagalan yang terjadi sepanjang daur kehidupan dapat mengakibatkan perilaku diri.
B.     GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL MENARIK DIRI
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993, hal. 336). Terjadinya menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan stersor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.














BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
TANDA DAN GEJALA
a.       Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan (data objektif)
1.      Apatis, ekspresi sedih, efek tumpul
2.      Menghindar dari orang lain (menyendiri). Klien tampak memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan.
3.      komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
4.      Tidak ada kontakmata. Klien lebih sering menunduk.
5.      Berdiam diri di kamar/tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
6.      Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7.      Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
8.      Posisi janin pada saat tidur .
b.      Data subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah : menjawab dengan singkat dengan kata-kata “tidak”, “ya”, “tidak tahu”.
B.     RENTANG RESPON
  1. Risiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri
  2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengar harga diri rendah

C.    POHON MASALAH



D.    MASALAH KEPERAWATAN
  1. Isolasi sosial : menarik diri.
  2. Gangguan harga diri :harga diri rendah
  3. Risiko perubahan sensori persepsi

E.     RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa          :  Risiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum  :  tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus : Klien dapat :
  1. Membina hubungan saling percaya
  2. Menyebutkan penyebab menarik diri
  3. Menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
  4. Melakukan hubungan sosial secara bertahap klien-perawat. Klien-perawat, klien/perawat; klien-kelompok; klien-keluarga.
  5. Mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain
  6. Memberdayakan sistem pendukung
  7. Menggunakan obat dengan benar dan tepat.
F.     TINDAKAN KEPERAWATAN
1.1.    Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topik yang akan dibicarakan, tempat berbicara, waktu berbicara).
1.2.    Berikan perhatian dan penghargaan: temaniklien walau klien tidak menjawab, katakan “saya akan duduk di samping anda, jika ingin mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan” Jika klien menatap perawat katakan “ada yang ingin anda katakan”.
1.3.    Dengarkan klien dengan empati: beri kesempatan bicara (jangan diburu-buru), tunjukkan perawat mengikuti pembicaraan.
2.1.    Bicarakan dengan klien penyebab tidak ingin begaul dengan orang lain.
2.2.    Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.

3.1.    Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain
3.2.    Bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki klien untuk bergaul.

4.1.     Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien (jika mungkin perawat yang sama).
4.2.     Motivasi/temani klien untuk berinteraksi/berkenan dengan klien/perawat lain. Beri contoh cara berkenalan.
4.3.     Tingkatkan interaksi klien secara bertahap (satu klien, dua klien, satu perawat, dua perawat, dan seterusnya.
4.4.     Libatkan klien dalam terapi aktifitas-aktifitas kelompok : sosialisasi
4.5.     Bantu klien melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari dengan interaksi
4.6.     Fasilitas hubungan klien dengan keluarga secara terapeutik

5.1.    Diskusikan dengan klien setiap selesai interaksi/kegiatan.
5.2.    Beri pujian akan keberhasilan klien.

6.1.       Berikan pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan individu secara rutin dan pertemuan keluarga.

7.1.     Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu, benar klien).
7.2.     Anjurkan klien membicarakan efek atau efek samping obat yang dirasakan.


G.    HASIL AKHIR YANG DIHARAPKAN
Pada klien :
  1. Tidak terjadi perubahan sensori persepsi.
  2. Klien mengetahui penyebab menarik diri
  3. Klien mengetahui keuntungan berinteraksi
  4. Klien mampu berinteraksi dengan orang lain

Pada keluarga
  1. Keluarga mampu berkomunikasi dengan klien secara terapeutik
  2. Keluarga mampu mengurangi penyebab klien menarik diri



















DAFTAR PUSTAKA


Stuart, G.W., dan Sunden, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing, (5thed.) St. Louis: Mosby Year Book.

Stuart, G.W., dan Laraia, M.T. (1998). Principles and practice of psychiatric nursing, (6th ed.) St. Louis: Mosby Year Book.

Townsend, M.C. (1998). Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri : Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta: ECG (terjemahan).

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com

Sponsor