Makalah Hipersekresi ADH
BAB I
PENDAHULUAN
Komunikasi antara subsistem dalam tubuh terpenuhi melalui
tiga modalitas. Pertama adalah sistem persarafan, dan yang lain adalah sekresi
kimiawi seluler yang secara lokal berkontribusi pada cairan intersititiel.
Contoh dari zat kimia tersebut termasuk yang mencetuskan respon inflamasi
lokal, seperti histamin, komplemen, dan prostaglandin. Modalitas ketiga adalah
sekresi kimiawi seluler yang disirkulasikan melalui aliran darah. Modalitas
komunikasi antara subsistem yang terakhir ini lebih dikenal dengan sistem endokrin. Sekresi dari sel-sel
endokrin disebut hormon
Sampai pertengahan tahun 1950-an, batas perbedaan antara
sistem endokrin dan sistem persarafan begitu jelas. Kemudian, dengan
ditemukannya neuron hipothalamus yang mengahsilkan sekresi zat kimia darah,
batas tersebut mulai kabur. Sekarang, hormon identik dengan yang dibentuk oleh
kelenjar endokrin yang ditetapkan (seperti insulin, hormon adrenokortikotropik
{ACTH, dan kolesistokinin pankreozimin {CCK-PZ}diketahui disekresi oleh berbagai
bagian dari otak, yang fungsinya sebagai neurotransmitter).
Pada makalah ini hanya menjelaskan kelenjar-kelenjar utama
(ADH) yang patologinya dapat menimbulkan situasi krisis yang relevan dengan
asuhan keperawatan krisis (misalnya intoksikasi air, krisis hipertensi dll)
BAB II
TINJUAN TEORITIS
Hipothalamus
Bagian inferior dari diencephalon otak ini mempunyai banyak
fungsi. Perhatian kita disini dibatasi oleh dua hal : (1) pembentukan hormon
antidiuretik dan oksitosin, yang disimpan dalam ptuitari posterior dan, (2)
pengaturan sekresi hormon ptuitari anterior.
Hormon Antidiuretik (ADH atau
Vasopresin) dan oksitosin
Pembentukan
Hormon-hormon ini dihasilkan oleh sel-sel saraf yang
berasal dari area (nukleus) dihipothalamus yang terletak tepat diatas kiasma
optikus dan sebelah lateral sampai ventrikel ketiga (supra optikus dan para
ventrikular). Hormon Antidiuretik (ADH) dan Oksitosin “dikeluarkan” dari ujung
aksonal sel-sel saraf ini kedalam jaringan ptuitari posterior, tempat hormon
tersebut disimpan. Impuls saraf dari sel-sel hipothalamus yang sama menyebabkan
ptuitari posterior melepaskan hormon-hormon ini kedalam aliran darah. Karena
proses pembentukannya pada jaringan saraf, ADH dan oksitosin kadang-kadang
disebut sebagai bahan neurosekretori.
Perjalanan Metabolik
Waktu paruh ADH adalah 18 menit. Hormon ini dipecahkan
terutama oleh hepar.
Aksi.
Hormon Antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus
kolikegentes ginjal untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini
mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air tanpa disertai dengan dan tidak
tergantung pada reabsorbsi elektrolit apapun. Air yang direabsorbsi ini
meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES). Pada
saat yang sama keadaan ini menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi urine
yang diekskresi. Istilah vasopresin
yang berasal dari pengamatan dosis suprafisiologi ADH yang besar bekerja pada
otot polos arteriole untuk meningkatkan tekanan darah. Meskipun aksi tekanan
ADH ini tidak nampak mempunyai peranan dalam homeostasis normal tekanan darah,
beberapa peneliti berpikirr bahwa keadaan ini membantu melawan turunnya tekanan
darah yang diakibatkan oleh hemoragi atau keadaan hipovolemik drastis lainnya.
Pengaturan ADH
Terdapat 3 stimuli utama untuk pengaturan sekresi ADH.
Pertama adalah osmolalitas plasma, yang dipantau oleh osmoreseptor pada
hipothalamus anterior. Peningkatan diatas osmolalitas plasma normal (290
mOsm/kg) mengakibatkan stimuli neuron dari reseptor ini kesel-sel pensekresi
ADH, meningkatkan sekresi ADH. Keadan ini selanjutnya meningkatkan retensi
cairan, dengan demikian mengencerkan CES dan menurunkan osmolalitas plasma
kembali kenormal. Dalam pengertian yang sama, turunnya osmolalitas plasma
mencetuskan penurunan atau terhentinya sekresi ADH. Ini akan memungkinkan
ekskresi cairan lebih banyak, dengan demikian meningkatkan osmolalitas CES
kembali. Sekresi hormon antidiuretik dapat berubah oleh perubahan oamolalitas
kurang dari 1%. Arkus refleks media osmoreseptor ini berfungsi dalam
mempertahankan homeostasis osmotik normal CES.
Stimulus kedua terdiri atas perubahan dalam volume CES.
Reseptor peregang dalam porsi tekanan rendah dari sistem kardiovaskular
(seperti vena kava, jantung sebelah kanan, dan pembuluh pulmonal) memantau
volume darah. Stimuli dari reseptor ini dihantarkan oleh serabut-serabut
afferen kehipothalamus (melalui batang otak) penurunan volume darah
menstimulasi sekresi ADH. Akibat dari peningkatan retensi air meningkatkan
volume darah tanpa mempengaruhi tekanan darah arteri. Kenaikan volume darah
menghentikan sekresi ADH. Keadaan ini menghambat retensi air, dengan demikian
memulihkan volume normal kompartemen CES. Mekanisme ini berfungsi untuk
mengubah sekresi ADH dalam berespon terhadap perubahan-perubahan posisi tubuh.
Gerakan dari posisi rekumben keposisi duduk tegak menyebabkan penurunan
sementara dalam stimulasi volume reseptor karena darah berkumpul ditungkai. Hal
ini mengakibatkan suatu peningkatan sekresi ADH. Rekumbensi meningkatkan arus
balik vena dari tungkai. Peningkatan volume mencetuskan penurunan sekresi ADH,
dengan demikian meningkatkan volume urine yang disekresi. Diuresis rekumben
seperti ini terutama jelas pada orang dengan edema ekstremitas bawah.
Stimulus ketiga, perubahan dalam tekanan darah arteri juga
dapat meregulasi sekresi ADH. Hipothalamus menerima informasi dari reseptor
tekanan yang terletak pada sinus karotid dan aorta. Penurunan tekanan arteri
meningkatkan sekresi ADH. Dengan demikian retensi cairan, mengakibatkan
meningkatnya volume dan tekanan plasma. Peningkatan tekanan arteri menghasilkan
efek sebaliknya. Mekanisme ini mungkin akan lebih penting pada kompensasi
perubahan besar tekanan darah arteri (seperti, syok aktual atau yang
mengancam).
Berbagai stimulus lain telah memperlihatkan pengaruh
terhadap sekresi ADH. Peningkatan sekresi ADH dapat dipercepat oleh angitensin
II, nyeri, stress, opiat, nikotin, klofibrat (Atromid S), klorpropamid
(diabinese), dan barbiturat. Sekresi ADH dapat dihambat oleh alkohol dan
antagonis opiat tertentu.
Fungsi fisiologis ADH
Sejumlah ADH yang sedikit sekali sebesar 2 nanogram bila
disuntikan pada seseorang dapat menyebabkan antidiuresis, yakni berkurangnya
ekskresi air oleh ginjal. Singkatnya bila hormon ADH ini tidak ada, maka duktus
dan tubulus koligentes hampir tidak permeabel terhadap air, sehingga mencegah
reabsorbsi air dalam jumlah berarti dan karena itu mempermudah keluarnya air
yang sangat banyak kedalam urine, juga menyebabkan pengenceran urine yang
berlebihan. Sebaliknya, bila ada ADH maka permeabilitas duktus dan tubulus
koligentes sangat meningkat menyebabkan sebagian besar air direabsorbsi sewaktu
cairan tubulus melewati duktus koligentes sehingga air yang disimpan dalam
tubuh akan lebih banyak dan menghasilkan urina yang sangat pekat.
Mekanisme yang tepat mengenai kerja ADH pada duktus untuk
meningkatkan permeabilitas duktus baru diketahui sebagian. Tanpa ADH, membran
luminal tubulus hampir inpermeabel terhadap air. Akan tetapi, segera setelah
berada didalam membran sel terdapat sejumlah besar vesikel-vesikel khusus yang
mempunyai pori-pori yang sangat permeabel terhadap air. Bila ADH bekerja pada
sel, ADH pertama bergabung dengan reseptor membran yang menyebabkan cAMP. cAMP
selanjutnya menyebabkan posporilasi dari elemen-elemen didalam vesikel khusus,
yang kemudian menyebabkan vesikel masuk kedalam membran sel apikal, jadi
menyediakan banyak daerah yang bersifat permeabel terhadap air. Semua proses
ini terjadi dalam waktu 5 – 10 menit. Kemudian, bila tidak ada ADH seluruh
proses berbalik dalam waktu 5 – 10 menit berikutnya jadi, proses ini secara
temporer menyediakan banyak pori-pori baru yang mempermudah difusi bebas air
dari tubulus kecairan peritubulus. Air kemudia diabsorbsi dari pipa duktus dan
tubulus koligentes secara osmosis.
Pengaturan Produksi ADH
Pengaturan osmosis bila cairan elektrolit yang pekat diinjeksikan kedalam arteri yang
mensuplai hipothalamus, maka neuron-neuron ADH yang terdapat didalam nukleus
supra optik dan paraventrikel segera menjalarkan impuls kekelenjar hipofisis
posterior untuk melepaskan banyak sekali ADH kedalam sirkulasi darah, sering
kali meningkatkan sekresi ADH sampai sebanyak 20 kali dari normal. Sebaliknya,
bila kedalam disuntikan cairan yang encer, maka penjalaran impuls terhenti dan
sekresi ADH terhenti samasekali. ADH yang sudah ada didalam jaringan dirusak
dengan kecepatan kira-kira setengahnya setiap 15 – 20 menit. Jadi, dalam waktu
beberapa menit saja konsentrasi ADH dalam cairan tubuh akan berubah dari
sedikit menjadi banyak, atau sebaliknya.
Cara tepat mengenai bagaimana konsentrasi osmo tik cairan
ekstraseluler mengatur sekresi ADH masih belum diketahui. Namun, sedikit
disebelah dalam atau dekat dengan hipothalamus terdapat reseptor neuron yang
sudah dimodifikasi yang disebut osmoreseptor.
Bila cairan ekstraseluler menjadi terlalu pekat, cairan akan ditarik oleh
osmosis keluar dari sel osmoreseptor, mengurangi ukuran sel dan menimbulkan
sinyal saraf yang tepat didalam hipothalamus untuk menimbulkan sekresi ADH
tambahan. Sebaliknya,bila cairan ekstraseluler menjadi terlalu encer,air
bergerak melalui osmosis dengan arah yang berlawanan,masuk ke dalam sel dan
keadaan ini akan menurunkan sinyal untuk sekresi ADH. Walaupun beberapa
peneliti meletakkan osmoreseptor di dalam hipotalamus sendiri (mungkin bahkan
di dalam nukleus supraoptik sendiri), yang lain meyakini bahwa osmoreseptor
terletak di dalam organum vaskulosum,suatu
struktur yang kaya akan pembuluh darah yang terletak di dalam dinding
anteroventral dari ventrikel ketiga.
Bila cairan tubuh menjadi sangat pekat, maka nukleus
supraoptik akan dirangsang, sehingga ada penjalaran impuls ke kelenjar
hipofisis posterior dan ADH disekresikan. ADH ini disalurkan melalui darah ke
ginjal, dimana ADH meningkatkan permeabilitas duktus koligentes terhadap air.
Akibatnya, sebagian besar air kemudian direabsorbsi dari cairan tubulus,
sedangkan elektrolitnya akan diteruskan dan dibuang melalui urin. Proses ini
mengencerkan cairan ekstraseluler, sehingga mengembalikan cairan ekstraseluler
ke keadaan dengan tekanan osmotik normal.
Efek Vasokonstriktor dan
Penekanan dari ADH, dan Peningkatan Sekresi ADH yang Disebabkan oleh Volume
Darah yang Rendah
Selain dari efek yang ditimbulkan oleh konsentrasi ADH yang
sangat kecil dalam menyebabkan peningkatan penahanan air oleh ginjal,
konsentrasi ADH yang lebih tinggi mempunyai efek yang kuat dalam menyempitkan
arteriol di setiap tempat di dalam tubuh oleh karena itu meningkatkan tekanan
arterial. Karena alasan ini, ADH mempunyai nama lain, yaitu vasopresin.
Salah satu rangsangan yang menyebabkan sekresi ADH
(vasopresin) menjadi kuat adalah penurunan volume darah. Keadaan ini terjadi
secara hebat terutama saat volume darah turun 15 sampai 25 %, dengan kecepatan
sekresi meningkat sering sampai 50 kali dari normal. Penyebab peningkatan ini
adalah sebagai berikut.
Atrium,
teritama atrium kanan, mempunyai reseptor regang yang dibangkitkan oleh
kelebihan pengisian. Bila reseptor regang ini dibangkitkan, reseptir akan
mengirimkan sinyal ke otak untuk menghambat sekresi ADH. Sebaliknya, bila tidak
dibangkitkan akibat tidak penuhnya pengisian, terjadi proses yang berlawanan,
dengan peningkatan sekresi ADH yang sangat besar. Lebih lanjut, disamping
reseptor regangan atrium, penurunan regangan baroreseptor pada daerah karotid,
aortik, dan pulmonari berperan dalam meningkatkan sekresi ADH.
Sindrom
sekresi hormon anti diuretik yang tidak sesuai (SIADH; Sindrom of Inappropriate
Antidiuretik Hormon Secretion.
Sekresi
ADH yang berlebihan dari kelenjar hipofisis dalam menghadapi osmolaritas serum
yang subnormal :
§ Penderita kelebihan ini tidak dapat mengeksresikan urine yang encer.
§ Pada pasien ini cairan akan tertahan dan terjadi defisiensi natrium
(hiponatremia delusional) SIADH sering muncul dari masalah non endokrin;
sindrom tersebut dapat terjadi pada penderita karsinoma bronkogenik, tempat
sel-sel paru yang ganas mensintesis dan melepaskan ADH
§ Juga dapat terjadi pada pneumonia berat, pneumothoraks dan penyakit
paru lainnya serta pada tumor ganas yang menyerang organ lain
§ Kelainan pada sistem saraf pusat seperti cedera kepala, pembedahan pada
otak juga dapat menimbulkan SIADH melalui stimulasi langsung kelenjar
hipofisis. Beberapa obat (vinkristin, fenotiazin, antidepresan trisiklik,
preparat diabetik tiazida) dan nikotin dapat menyebabkan terjadinya SIADH
dimana zat-zat tersebut dapat menstimulasi langsung kelenjar hipofisis atau
meningkatkan sensitivitas tubulus renal terhadap ADH yang beredar dalam darah
Penyuluhan
pasien keluarga dan perencanaan pemulangan
Berikan
informasi verbal dan tertulis kepada pasien dan orang terdekat mengenai hal
berikut :
§ Pentingnya memenuhi pembatasan cairan untuk periode yang diprogramkan.
Bantu pasien merencanakan masukan cairan yang diizinkan
§ Bagaimana cara memperkaya diet dengan garam natrium dan kalium dengan
aman, terutama jika penggunaan diuretik yang kontinu diresepkan.
§ Timbang pasien tiap hari, sebagai indikator status hidrasi
§ Indikator intoksikasi air dan hiponatremia: kelelahan, sakit kepala,
mual, muntah, dan anoreksia yang harus segera dilaporkan
§ Obat-obatan, meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, tindakan
pencegahan
§ Pentingnya tindak lanjut medis : pastikan tanggal dan waktu perjanjian
berikutnya
§ Prosedur untuk mendapatkan gelang. Waspada medis atau kartu dengan
diagnosis pasien didalamnya
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Riwayat Penyakit
§ Apakah pasien tidak dapat mengekskresikan urine yang encer
§ Kapan terjadinya gejala tersebut, dan bagaimana proses terjadinya
§ Apakah gejala berhubungan dengan pneumonia berat, pneumothoraks, tumor
ganas
§ Bagaimana gejalanya timbul
§ Apakah ada riwayat penyakit paru sebelumnya
§ Apakah pasien mengalami edema dan gengguan-gangguan keseimbangan
cairan, volume cairan berlebih
§ Apakah pada sistem saraf pusat; cedera kepala, pembedahan pada otak,
tumor atau infeksi otak juga akan menimbulkan hal ini
2.
Pemeriksaan Fisik
§ Adanya edema ekstremitas, edema serebral
§ Peningkatan reabsorbsi air (retensi air), volume cairan berlebih
B. Dianosa Keperawatan
- Resti Hipervolemia (kelebihan volume cairan ekstra seluler) berhubungan dengan peningkatan pelepasan ADH
- Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular
- Resti volume cairan berlebih berhubungan dengan retensi air
- Resti terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan perpindahan cairan, defisit cairan (kehilangan berlebihan)
- gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; hipervolemia / hiponatremia berhubungan dengan peningkatan reabsorbsi air (retensi air)
Diagnosa
I
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau tanda
vital dan CVP
Kaji adanya
lokasi pembentukan edema
Perhatikan adanya
distensi vena, leher dan perifer serta edema pitting, dispnea
Pertahankan
masukan dan haluaran secara akurat, perhatikan penurunan haluaran urine,
keseimbangan cairan positif pada kalkulasi 24 jam.
Berikan cairan
oral dengan waspada
Pertahankan
posisi semifowler bila ada dispnea atau asites
Beri kewaspadaan
keamanan sesuai indikasi, misalnya penggunaan pagar tempat tidur, tempat
tidur posisi rendah, observasi sering, restrain lunak (bila perlu)
|
Takhikardi dan
hipertensi adalah manifestasi umum. Takhipneu biasanya ada dengan / tanpa
dispnea.
Edema mungkin
umum atau lokal pada area dependen pasien
Tanda
dekompensasi jantung/GJK
Penurunan perfusi
ginjal, insufisiensi jantung, dan perpindahan cairan dapat menyebabkan
penurunan haluaran urine dan pembentukan edema.
Pembatasan cairan
serta perpindahan ekstraseluler, dapat menyebabkan kekeringan membran mukosa
dan pasien menginginkan cairan lebih banyak daripada seperlunya.
Gravitasi
memperbaiki ekspansi paru dengan menurunkan diafragma dan memindahkan cairan
kerongga abdomen bawah
Perpindahan
cairan dapat menyebabkan edema serebral/perubahan mental, khususnya pada
populasi geriatrikl
|
Diagnosa
II
Intervensi
|
Rasional
|
Catat frekuensi
BAK, adanya BAK yang tidak dapat ditahan, perasaan terbakar, inkontinensia,
nokturia, ukuran/kekuatan dari aliran berkemih. Lakukan palpasi setelah
berkemih
Anjurrkan minum
yang cukup, batasi minum selama sore menjelang malam dan saat tidur.
Rekomendasikan penggunaan jus buah tertentu / vitamin C
Tingkatkan
latihan secara terus-menerus
Lakukan cuci
tangan dengan baik / perawatan perineal dengan baik
|
Memberi informasi
mengenai derajad gangguan eliminasi atau mungki merupakan indikasi adanya
adanya infeksi kandung kemih. Kandung kemih yang masih tetap penuh setelah
berkemih merupakan indikasi pengosongan yang tidak adekuat dan memerlukan
intervensi.
Hidrasi yang
cukup meningkatkan pengeluaran urine dan membantu mencegah infeksi.
Menurunkan resiko
berkembangnya infeksi pada saluran kemih atau pada kandung kemih
Menurunkan
iritasi kulit dan resiko naiknya infeksi
|
Diagnosa III
Intervensi
|
Rasional
|
Awasi denyut
jantung, TD, dan CVP
Catat pemasukan
dan pengeluaran akurat termasuk cairan tersembunyiseperti aditif antibiotik.
Ukur kehilangan GI dan perkirakan kehilangan tak kasat mata cth; berkeringat
Awasi berat jenis
urine
Rencanakan
penggantian cairan pada pasien, dalam pembatasan multipel. Berikan minuman
yang disukai selama 24 jam yang bervariasi, cth; panas, dingin dan beku.
Timbang BB tiap
hari
Kaji kulit,
wajah, area tergantung untuk edema
Auskultasi paru
dan bunyi jantung
Kaji tingkat
kesadaran; selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
|
Takhikardi dan
hipertensi terjadi karena (1)kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine, (2)
pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/hipotensi atau
perubahan fase oliguria gagal ginjal, dan (3) perubahan pada sistem renin
angiotensin
Perlu untuk
menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan, dan penurunan resiko
kelebihan cairan.
Mengukur
kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine. Pada gagal intrarenal, berat
jenis biasanya sama / kurang dari 1,010 menunjukan kehilangan kemampuan untuk
memekatkan urine
Membantu
menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan yang
terbatas dan menurunkan rasa haus
Penimbangan BB
harian adalah pengawasan status cairan terbaik. Peningkatan BB lebih dari 0,5
Kg perhari diduga ada retensi cairan
Edema terjadi
terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh contoh tangan, kaki, area
lumbo sakral. BB pasien dapat meningkat sampai 4,5 Kg cairan sebelum edema
pitting terdeteksi.
Kelebihan cairan
dapat menimbulkan edema paru dan GJK dibuktikan dengan terjadinya bunyi napas
tambahan, bunyi jantung ekstra.
Dapat menunjukan
perpindahan cairan, akumulasi toksin, asidosis, ketidakseimbangan elektrolit,
atau terjadinya hipoksia
|
Diagnosa IV
Intervensi
|
Rasional
|
Awasi TD dan
frekuensi jantung
Observasi EKG
atau telemetri untuk perubahan irama
Auskultasi bunyi
jantung
Kaji warna kulit,
membran mukosa, dan dasar kuku. Perhatikan waktu pengisian kapiler.
Perhatikan
terjadinya nadi lambat, hipotensi, kemarahan, mual/muntah dan penurunan
tingkat kesadaran.
Pertahankan tirah
baring atau dorong istirahat adekuat dan berikan bantuan dengan perawatan dan
aktivitas yang diinginkan.
|
Kelebihan volume
cairan disertai dengan hipertensi (sering terjadi pada gagal ginjal) dan efek
uremia, meningkatkan kerja jantung, dan dapat menimbulkan gagal jantung.
Perubahan pada
fungsi elektromekanis dapat menjadi bukti pada respon terhadap berlanjutnya
gagal ginjal/akumulasi toksin dan ketidakseimbangan elektrolit
Terbentuknya
S3/S4 menunjukan kegagalan. Friksi gesekan perikardial mungkin hanya
manifestasi perikarditis uremik, memerlukan upaya intervensi/kemungkinan
dialisis akut.
Pucat mungkin
menunjukan vasokonstriksi atau anemia. Cianosis mungkin berhubungan dengan
kongesti paru atau gagal jantung
Penggunaan obat
(cth; antasida) mengandung magnesium dapat mengakibatkan hipermagnesemia,
potensial disfungsi neuromuskular dan resiko henti napas/jantung
Menurunkan
konsumsi oksigen/kerja jantung.
|
Diagnosa
V
Intervensi
|
Rsional
|
Identifikasi
psien beresiko terhadap hipernatremia dan kemungkinan penyebab; kekurangan
air, kelebihan natrium
Perhatikan
freksuensi dan kedalaman pernapasan
Pantau masukan
dan haluaran, berat jenis urine. Timbang BB setiap hari. Kaji adanya edema
Kaji turgor
kulit, warna, suhu, dan kelembaban membran mukosa
Berikan perawatan
kulit dan perubahan posisi sering
Berikan pada
pasien lemah dengan interval reguler. Berikan air bebas pada pasien yang
mendapat makan enteral
Batasi masukan
natrium dan berikan diuretik sesuai indikasi
|
Temuan dan
intervensi dini mencegah komplikasi serius
Payah napas dan
lapar udara adalah asidosis metabolik (hiperkloremia), yang menimbulkan henti
jantung paru
Parameter ini
bervariasi tergantung pada status cairan dan indikator terapi kebutuhan /
keefektifan
Hiponaremia
kurang air terlihat dengan tanda dehidrasi
Memperthankan
integritas kulit
Dapat mencegah
hipernatremia pada pasien yang tidak mampu menerima atau berespon terhadap
haus
Pembatasan
natrium selama peningkatan klirens ginjal menurunkan kadar natrium serum pada
kelebihan cairan ekstraseluler
|
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bagian inferior dari diencephalon otak ini mempunyai banyak
fungsi. Perhatian kita disini dibatasi oleh dua hal : (1) pembentukan hormon
antidiuretik dan oksitosin, yang disimpan dalam ptuitari posterior dan, (2)
pengaturan sekresi hormon ptuitari anterior.
Hormon-hormon ini dihasilkan oleh sel-sel saraf yang
berasal dari area (nukleus) dihipothalamus yang terletak tepat diatas kiasma
optikus dan sebelah lateral sampai ventrikel ketiga (supra optikus dan para
ventrikular). Hormon Antidiuretik (ADH) dan Oksitosin “dikeluarkan” dari ujung
aksonal sel-sel saraf ini kedalam jaringan ptuitari posterior, tempat hormon
tersebut disimpan.
B. Saran
Untuk meningkatkan pengetahuan akan peranan perawat taerhadap
Gastritis, maka perlu adanya kontribusi yang sangat besar dari berbagai pihak
untuk menambah literatur yang sesuai dengan materi tersebut.
Peranan perawat dalam gastritis sebenarnya sangat kompleks
dan harus mahasiswa Ners harus bisa
mengembangkan pengetahuan akan hal tersebut
Bagi
rekan-rekan yang mempunyai kontribusi yang sesuai dan membangun materi ini kami
menerima dengan baik yang sudah barang tentu sesuai dengan literatur yang
terbaru. Terima kasih
Daftar Pustaka
Bruner and Sudarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Vol.2. EGC. Jakarta
Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis. Volume II. EGC. Jakarta. 1996
Gayton and Hall. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC. Jakarta. 1997
JCE, Underwood. Patologi Umum dan Sistemik. Edisi 2. Volume 2. EGC. Jakarta. 2000
Anderson, Sylvia dkk. Fisiologi (Proses-proses
Penyakit). EGC.Jakarta. 1999
Doengoes, E Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta. 2000
Robbins dan Kumar, Buku Ajar Patologi II. Edisi 4.
EGC.1995. Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar