Terupdate

Sabtu, 05 Desember 2015

KONSEP-KONSEP DASAR CAIRAN TUBUH DAN ELOKTROLIT



BAB I
KONSEP-KONSEP DASAR
CAIRAN TUBUH DAN ELOKTROLIT


A.    Jumlah dan Komposisi Cairan Tubuh
Lebih kurang 60% berat badan orang dewasa pada umumnya terdiri dari cairan (air dan elektrolit). Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah cairan tubuh adalah umur, jenis kelamin, dan kandungan lemak tubuh. Secara umum diketahui, orang yang lebih muda mempunyai presentase cairan tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang lebih tua, dan pria secara proposional mempunyai lebih banyak cairan tubuh dibandingkan dengan wanita. Orang yang gemuk mempunyai jumlah cairan yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang kurus, karena sel lemak mengandung sedikit air.
Cairan tubuh terdapat dalam dua kompartemen cairan : ruang intraseluler (cairan dalam sel) dan ruang ekstraseluler (cairan di luar sel). Kurang lebih dari dua pertiga dari cairan tubuh berada dalam kompartemen cairan intraseluler, dan kebanyakan terdapat pada masa otot skeletal. Pada pria dengan berat badan 70 kg (154 pound), cairan intraseluler berjumlah sekitar 25 L. kurang lebih sepertiga cairan tubuh merupakan cairan ekstraseluler dan berjumlah sampai 15 L pada pria dengan berat badan 70 kg (154 pound).
Kompartemen cairan ekstraseluler lebih jauh dibagi menjadi ruang cairan intravaskuler, interstisiel, dan transeluler. Ruang intravaskuler (cairan dalam pembuluh darah) mengandung plasma. Kurang lebih 3 liter dari rata-rata 6 liter cairan darah terdiri dari plasma. Tiga liter sisanya terdiri dari eritrosit, dan trombosit. Ruang interstisiel mengandung cairan yang mengelilingi sel dan berjumlah sekitar 8 liter pada orang dewasa. Limfe merupakan suatu contoh dari cairan interstiel. Ruang transeluler merupakan bagian terkecil dari cairan ekstraseluler dan mengandung kurang lebih dari 1 liter cairan setiap waktu. Contoh-contoh dari cairan transeluler adalah cairan serebrospinal, perikardikal, sinovial, intraokular, dan pleural; keringat; dan sekresi pencernaan.
Cairan tubuh normalnya berpindah antara kedua kompartemen atau ruang utama dalam upaya dalam untuk mempertahankan keseimbangan antara kedua ruang itu. Kehilangan cairan dari tubuh dapat mengganggu keseimbangan ini. Kadang cairan tidak hilang dari tubuh, tetapi tidak tersedia untuk untuk dipergunakan baik oleh ruang cairan intraseluler ataupun ruang cairan ekstraseluler. Hilangnya cairan ekstraseluler (CES) ke dalam ruang yang tidak mempengaruhi keseimbangan antara cairan intraseluler. CIS dan CES tersebut sebagai perpindahan cairan ruang ketiga.
Petunjuk dini dari perpindahan cairan ruang ketiga adalah penurunan haluaran urin meskipun ada terapi cairan yang adekuat. Haluaran urin menurun karena perpindahan cairan keluar dari ruang intravaskuler; ginjal kemudian menerima aliran darah yang lebih sedikit dan berusaha mengkompensasi dengan menurunkan haluaran urin. Tanda dan gejala lain dari perpindahan “ruang ketiga” yang menunjukkan kekurangan volume cairan intravaskuler termasuk peningkatan frekuensi jantung, penurunan tekanan darah, penurunan tekanan vena sentral (TVS), edema, peningkatan berat badan, dan ketidakseimbangan dalam masukan dan haluaran cairan. Contoh dari perpindahan ruang ketiga timbul dalam esites, luka bakar, dan perdarahan masif ke dalam suatu sendi atau kavitas tubuh.
Tubuh mengeluarkan sejumlah besar energi untuk mempertahankan konsentrasi natrium ekstraseluler yang tinggi dan konsentrasi kalium intraseluler yang tinggi. Tubuh melakukan hal ini dengan cara pompa membran sel, yang menukar ion-ion natrium dan kalium. Pergerakan cairan yang normal melalui dinding kapiler kedalam jaringan tergantung pada kekuatan tekanan hidrostatik (tekanan yang dihasilkan oleh cairan pada dinding pembuluh darah) pada kedua ujung pembuluh arteri dan vena dan tekanan osmotik yang dihasilkan oleh protein plasma. Arah perpindahan cairan tergantung pada perbedaan dari kedua kekuatan yang berlawanan ini (tekanan hidrostatik vs osmotik).
Selain elektrolit, CES juga mengangkut substansi lain, seperti enzim dan hormone. CES juga membawa komponen darah, seperti sel darah merah dan sel darah putih, keseluruh tubuh.
B.     Elektrolit
Elektrolit dalam cairan tubuh merupakan kimia aktif (kation, yang mengandung muatan positif, dan anion, yang mengandung muatan negatif). Kation-kation utama dalam cairan tubuh adalah natrium, kalium, kalsium, dan magnesium. Anion-anion utama adalah klorida, bikarbonat, fosfat, sulfat, dan proteinat.
Zat kimia ini bergabung dalam berbagai kombinasi. Karenanya, konsentrasi elektrolit dalam tubuh diungkapkan dalam istilah miliekuivalen (mEq) per liter, suatu ukuran aktivitas kimiawi, dan bukan dalam istilah milligram (mg) yaitu satuan berat. Lebih spesifik miliekuivalen didefinisikan sebagai ekuivalen dari aktivitas elektrokimia dari 1 mg hydrogen. Dalam suatu larutan, kation dan anion jumlahnya sebanding dalam mEq/L.
Karena konsentrasi natrium mempengaruhi  seluruh konsentrasi CES, natrium merupakan kation penting dalam pengaturan volume cairan tubuh. Retensi natrium dihubungkan dengan retensi cairan; sebaliknya, kehilangan natrium secara besar-besaran dengan penurunan volume cairan tubuh.

Tabel 1. Perkiraan Kadar Elektrolit Utama Dalam Cairan Tubuh.
Elektrolik
mEq/L
Cairan Ekstaseluler (Plasma)

Kation

Natrium (Na)
142
Kalium (K+)
5
Kalsium (Ca2+)
5
Magnesium (Mg2+)
2
Total kation
154
Anion
Klorida (CI-)
103
Bikarbonat (HCO3-)
26
Fosfat (HPO42-)
2
Sulfat (SO42-)
1
Asam organik
5
Proteinat
17
Total anion
154
Cairan intraseluler
Kation
Kalium (K+)
150
Magnesium (Mg2+)
40
Natrium (Mg2+)
10
Total kation
20
Anion
150
Bikarbonat
10
Proteinat
40
Total anion
200
(Metheny N, Fluid and Electrolyte Balance; Nursing Considerations,
 Philadelphia, JB Lippincott, 1992).
C.    Pengaturan Kompartemen Cairan Tubuh Osmosis dan Osmolalitas
Jika dua larutan yang berbeda dipisahkan oleh membran impermeabel menjadi substasi terlarut, perpindahan air terjadi melalui dari daerah dengan konsentrasi zat terlarut tinggi sampai larutan tersebut mempunyai konsentrasi yang sama; difusi air ini disebabkan oleh gradient konsentrasi air yang dikenal sebagai osmosis. Besarnya kekuatan ini tergantung pada jumlah partikel yang terlarut dalam larutan dan bukan pada beratnya. Jumlah partikel yang terlarut dalam satu unit air menentukan osmolalitas atau konsentrasi suatu larutan, yang mempengaruhi perpindahan air antara kompartemen cairan.
Ada tiga istilah lain yang dihubungkan dengan osmotic, tekanan onkotik, dan diuresis osmotik.
·       Tekanan osmotik adalah besarnya tekanan yang dibutuhkan untuk menghentikan aliran air oleh osmosis.
·       Tekanan onkotik adalah tekanan osmotik yang dihasilkan oleh protein (y.i., albumin).
·       Diuretik osmotik terjadi ketika terdapat peningkatan haluran urin yang diakibatkan oleh ekskresi substansi seperti glukosa, manitol, atau agens kontras dalam urin.
Difusi
Difusi didefinisikan sebagai kecenderungan alami dari suatu sunstansi untuk bergerak dari suatu area dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke area dengan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi terjadi melalui perpindahan tidak teratur (random) dari ion dan molekul. Suatu contoh difusi adalah pertukaran oksigen dengan karbon dioksida antara kapiler dan alveoli paru.


H2O


Gambar 14-1. Osmosis (“Air mengalir dimana terdapat garam.”)
(Metheny N, Fluid and Electrolyte Balance; Nursing Considerations,
 Philadelphia, JB Lippincott, 1992.)

Fitrasi
Tekanan hidrostatik dalam kapiler cenderung untuk menyaring cairan keluar dari kompartemen vaskuler kedalam cairan interstisiel. Contoh dari filtrasi adalah pergerakan air dan elektrolit dari jaringan kapiler arteri ke cairan interstisiel; dalam hal ini, tekanan hidrostatik dihasilkan oleh aksi pompa jantung.
Pompa Natrium-Kalium
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, konsentrasi natrium lebih besar dalam CES dibandingkan dengan dalam CIS; karena ini, ada kecenderungan natrium untuk memasuki sel dengan cara difusi. Kecenderungan ini diimbangi oleh pompa natrium-kalium, yang terdapat pada membran sel dan secara aktif memindahkan natrium dari sel ke dalam CES. Sebaliknya, konsentrasi kalium intraseluler yang tinggi dipertahankan dengan memompakan kalium ke dalam sel. Per definisi, transport aktif menunjukkan bahwa pengeluaran energi harus terjadi agar terjadi perpindahan terhadap gradient konsentrasi.
D.    Rute Pemasukan dan Kehilangan
Air dan elektrolit diperoleh dengan berrbagai cara. Dalam keadaan sehat, seseorang memperoleh cairan dengan minum dan makan. Dalam beberapa jenis penyakit, cairan mungkin diberikan melalui jalur parental (secara intravena atau subkutan) atau melalui selang nutrisi enteral dalam lambung atau intestin. Jika keseimbangan cairan bersifat kritis, semua cara pemenuhan dan semua cra kehilangan harus dicatat dan volumenya dibandingkan. Organ-organ tempat kehilangan cairan termasuk ginjal, kulit dan saluran gastrointestinal.
Ginjal. Volume urin yang biasa pada orang dewasa adalah antara lain 1 dan 2 liter per hari. Sebagai aturan umum adalah haluaran kurang lebih 1 ml urin per kilogram dari berat badan per jam (1 ml/kg/jam) pada semua kelompok usia.
Kulit. Perspirasi kasat mata mengacu pada kehilangan air dan elektrolit yang dapat terlihat melalui kulit dengan cara berkeringat. Zat terlarut utama dalam keringat adalah natrium, klorida, dan kalium. Kehilangan keringat yang nyata dapat bervariasi dari 0 sampai 1000 ml atau lebih setiap jam, tergantung pada suhu lingkungan. Kehilangan air yang terus menerus melalui evaporasi (kurang lebih 600 ml/hari) terjadi melalui kulit sebagai perspirasi tidak-kasat mata, suatu bentuk kehilangan air yang ridak tampak. Demam banyak meningkatkan kehilangan air tidak-kasat mata melalui paru-paru dan kulit, seperti kehilangan barier kulit alami melalui luka bakar yang luas.
Paru-paru. Paru-paru normalnya membuang uap air (kehilangan tidak-kasat mata) pada tingkat antara 300 sampai 400 ml setiap hari. Kehilangannya lebih besar dengan peningkatan frekuensi atau kedalaman pernapasan, atau keduanya.
Traktus gastrointestinal. Kehilangan yang lazim melalui saluran gastrointestinal hanya 100 sampai 200 ml setiap hari, meskipun kurang lebih 8 liter cairan bersirkulasi melalui sistem gastrointestinal setiap 24 jam (disebut “sirkulasi gastrointestinal”). Karena cairan dalam jumlah besar bereabsorpsi dalam usus halus, jelas bahwa kehilangan yang besar dapat terjadi melalui saluran gas trointestinal jika terjadi diare atau fistula.
Pada orang sehat, rata-rata masukan dan haluaran air dalam 24 jam kurang lebih sama (tabel 14-2).
Masukan
Haluaran
Cairan oral
1300 ml
Urin
1500 ml
Air dalam makanan
1000 ml
Feses
200 ml
Air yang dihasilkan melalui metabolisme
300
Tidak kasat mata
300 ml


Paru-paru
600 ml
Total
2600 ml
Kulit
2600 ml

E.     Mekanisme Homeostatik
Tubuh dilengkapi dengan meknisme homeostatis yang luar biasa untuk menjaga komposisi dan volume cairan tubuh dalam batasan normal yang sempit. Organ-organ yang terlibat dalam homestatik termasuk ginjal, paru-paru, jantung adrenal, kelenjar paratiroid dan kelenjar pituitary.
Ginjal. Penting untuk pengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, secara normal ginjal menyaring 170 liter plasma setiap hari pada orang dewasa, sementara pada saat yang sama hanya mengekskresi 1,5 liter urin. Ginjal berfingsi baik secara otonom maupun dalam merespon terhadap pembawa pesan yang dibawah oleh darah, seperti aldosterone dan hormone anti diuretic (ADH). Fungsi-fungsi utama ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan yang normal termasuk berikut ini :
·        Pengaturan volume dan osmolalitas CES melalui retensi dan ekskresi selektif cairan tubuh.
·        Pengaturan kadar elektrolit dalam CES dengan retensi selektif substansi yang dibutuhkan dan ekskresi selektif substansi yang tidak dibutuhkan dan ekskresi selektif substansi yang tidak dibutuhkan.
·        Pengaturan pH CES melalui retensi ion-ion hydrogen
·        Ekskresi sampah metabolik dan substansi toksik.
Dengan adanya fakta-fakta tersebut di atas, dengan jelas terlihat bahwa gagal ginjal akan mengakibatkan berbagai masalah cairan dan elektrolit. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya usia, sama seperti massa otot dan produksi kreatinin eksogen tiap harinya. Karena itu, nilai kreatinin serum yang tinggi-normal dan secara minimal meningkat mungkin menunjukkan adanya penurunan fungsi air dan elektrolit.
Jantung dan Pembuluh Darah. Kerja pompa jantung mensirkulasi darah melalui ginjal di bawah tekanan yang sesuai untuk menghasilkan urin. Kegagalan kerja pompa ini mengganggu perfusi ginjal dan karena itu mengganggu pengaturan air dan elektrolit.
Paru-paru. Paru-paru juga vital dalam mempertahankan homeostatis. Melalui ekshalasi, paru-paru membuang kira-kira 300 ml air setiap hari pada orang dewasa normal. Kondisi-kondisi abnormal seperti hipernea (respirasi dalam yang abnormal) atau batuk yang terus-menerus meningkatkan kehilangan air ini; ventilasi mekanik dengan air yang berlebihan menurunkan kehilangan air ini. Paru-paru juga mempunyai peran penting dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa, seperti yang akan dibahas lebih lanjut dalam bab ini. Perubahan-perubahan pada proses penuaan yang normal menghasilkan penurunan fungsi pernapasan, menyebabkan kesukaran dalam pengaturan pH pada individu usia lanjut yang menderita penyakit gawat atau mengalami trauma.
Kelenjar Pituitari. Hipotalamus menghasilkan suatu substansi yang dikenal dengan nama hormon anti diuretik (ADH), yang disimpan dalam kelenjar pituitari posterior dan dilepaskan jika diperlukan. ADH kadang disebut sebagai hormon penyimpan air, karena ia menyebabkan tubuh untuk menahan air. Fungsi ADH termasuk mempertahankan tekanan osmotik sel dengan mengendalikan retensi atau ekskresi air oleh ginjal dan dengan mengatur volume darah (Gbr. 14-2).
Kelenjar Adrenal. Aldosteron, suatu minerakolokortikoid yang diekskresikan oleh zona glomerulosa (daerah terluar) dari korteks adrenal, mempunyai efek yang mendalam pada keseimbangan cairan. Peningkatan sekresi aldosteron menyebabkan retensi natrium (dan karena itu juga retensi air) dan kehilangan kalium. Sebaliknya, penurunan sekresi aldosteron menyebabkan kehilangan natrium dan air serta retensi kalium. Kortisol, hormon andrenokortikoid yang lain, hanya mempunyai sebagian kemampuan mineralokortikoid dari aldosteron. Meskipun demikian, jika kartisol disekresi dalam jumlah besar, kortisol juga dapat mengakibatkan retensi natrium dan cairan serta kekurangan kalium.
Kelenjar Paratiroid. Kelenjar paratiroid, yang terdapat disudut kelenjar tiroid, mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat melalui hormon paratiroid (PTH). PTH mempengaruhi resorpsi tulang, absorpsi kalsium dari usus halus, dan reabsorpsi kalsium dari tubulus ginjal.




 














Gambar 14-2. Siklus Pengaturan Air

Mekanisme Homeostatis Lain
Perubahan-perubahan dalam volume kompartemen interstisiel di dalam ruang cairan ekstraseluler dapat terjadi tanpa mempengaruhi  fungsi tubuh. Meskipun demikian, kompartemen vaskuler, tidak dapat mentoleransi perubahan dengan mudah dan harus secara hati-hati dipertahankan untuk memastikan bahwa jaringan memperoleh nutrient yang adekuat.
Baroreseptor, yang adalah reseptor saraf kecil, mendekteksi perubahan-perubahan pada tekanan dalam pembuluh darah dan menyampaikan informasi ini kepada sistem saraf pusat. Baroreseptor bertanggung jawab untuk memonitor volume yang bersirkulasi dan mengatur aktivitas neural simpatis dan parasimpatis sama halnya seperti aktivitas endokrin. Baroreseptor dikategorikan sebagai sistem baroreseptor tekanan rendah dan tekanan tinggi. Baroreseptor tekanan rendah berada dalam atrium jantung, terutama diatrium kiri. Barireseptor tekanan tinggi berada dalam ujung-ujung saraf di arkus aorta dan di sinus kardia. Selain itu, baroreseptor tekanan tinggi yang lain berada di arteriol aferen pada apparatus jukstaglomerular nefron.
Dengan tekanan arteri menurun, baroreseptor menyampaikan impuls-impuls yang lebih sedikit dari sinus karotis dan arkus aorta ke pusat vasomotorik. Penurunan dalam impuls-impuls merangsang sistem saraf simpatis dan menghambat sistem saraf parasimpatis. Hasil akhir dari proses ini merupakan peningkatan pada frekuensi jantung, konduksi, dan peningkatan kontraktilitas dan peningkatan volume darah yang bersirkulasi. Rangsangan simpatis menyebabkan konstriksi pada arteriol renalis; hal ini meningkatkan pelepasan aldosteron, menurunkan filtrasi glomerular, dan meningkatkan reabsorpsi natrium dan air.
Renin adalah suatu enzim yang mengubah pada angiotensinogen, suatu substansi tidak aktif yang dibentuk oleh hepar, menjadi angiotensin I dan angiotensin II. Suatu enzim yang dilepaskan dalam kapiler paru-paru merubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II, dengan kemampuan vasokonstriktornya, meningkatkan tekanan perfusi arteri dan menstimulasi rasa haus. Jika sistem saraf simpatis distimulasi, aldosteron dilepaskan sebagai respons terhadap adanya peningkatan dari pelepasan renin. Aldosteron merupakan pengatur volume dan juga akan dilepaskan jika kalium serum meningkat, jika natrium serum menurun, atau jika kadar ACTH meningkat.
Hormon Anti Diuretik (ADH) dan mekanisme rasa haus mempunyai peran penting dalam mempertahankan konsentrasi natrium dan masukan cairan oral. Masukan oral dikendalikan oleh pusat rasa haus yang berada dalam hipotalamus. Jika konsentrasi serum atau osmolalitas meningkat atau jika volume darah menurun, neuron-neuron dalam hipotalamus distimulasi oleh dehidrasi intraseluler; rasa haus kemudian timbul dan orang tersebut meningkatkan masukan cairan oral. Ekskresi air dikendalikan oleh ADH. Aldosteron, dan baroreseptor seperti yang disebutkan sebelumnya.
Osmoreseptor, terletak pada permukaan hipotalamus, merasakan perubahan dalam konsentrasi natrium. Jika tekanan osmotic meningkat, neuron-neuron mengalami dehidrasi dan dengan cepat melepaskan impuls-impuls kepituitari posterior yang meningkatkan pelepasan ADH. ADH mengalir dalam darah ke ginjal dimana ia mengubah permeabilitas terhadap air, menyebabkan suatu peningkatan dalam reabsorpsi air dan penurunan haluaran urin. Air yang tertahan mengencerkan CES dan mengembalikan konsentrasinya menjadi normal. Pengembalian tekanan osmotic normal memberikan umpan balik ke osmoreseptor untuk mencegah pelepasan ADH lebh lanjut (lihat gbr. 14-2).


BAB II
KONSEP DASAR GANGGUAN PADA
VOLUME CAIRAN, OSMOLALITAS, DAN ELEKTROLIT
 Tiga kategori umum dari perubahan yang menjelaskan abnormalitas cairan tubuh adalah; (1) volume, (2) osmolalitas, dan (3) komposisi. Meskipun gangguan-gangguan pada ketiga hal ini saling berhubungan, tapi sesungguhnya masing-masing merupakan bagian yang terpisah.
Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraseluler (ECF) dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama, sehingga berakibat kekurangan atau kelebihan volume ECF. Misalnya, kehilangan cairan ECF isotonic yang mendadak, seperti yang terjadi pada diare, diikuti dengan penurunan yang bermakna pada volume ECF, namun tidak ataupun hanya terjadi sedikit penurunan pada volume cairan intraseluler (ICF). Cairan tidak akan berpindah dari ICF ke ECF selama osmolalitas pada kedua kompartemen tetap sama. Gangguan volume ECF umumnya diketahui dari gejala dan tanda klinis.
Ketidakseimbangan osmotik terutama mempengaruhi ICF dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif tidak seimbang. Jika hanya air saja yang hilang, atau bertambahnya air yang berasal dari ECF, maka konsentrasi partikel-partikel aktif secara osmotik akan berubah. Ion natrium merupakan 90% dari peartikel-partikel yang aktif secara osmotic pada ECF, dan umumnya mencerminkan osmolalitas dari kompartemen cairan tubuh. Jika konsentrasi natrium pada pada ECF menurun, maka air berpindah dari ECF ke ICF (menyebabkan pembengkakan sel) sampai tercapainya kembali keseimbangan osmolalitas pada kedua kompartemen. Sebaliknya, jika konsentrasi natrium pada ECF naik, maka air berpindah dari ICF ke ECF (menyebabkan pengkerutan sel), sampai teracapainya kembali keseimbangan osmolalitas pada kedua kompartemen. Gangguan osmotik umumnya berkaitan dengan hiponatremia dan hipernatremia, sehingga nilai natrium serum penting untuk mengenali keadaan ini.
Kadar dari kebanyakan ion lain di dalam kompartemen ECF dapat berubah tanpa disertai perubahan yang jelas dari jumlah total dari partikel-partikel yang aktif secara osmotik, sehingga mengakibatkan perubahan komposisional. Contohnya, kenaikan kadar kalium serum dari keadaan normal 4-8 mEq/L akan mengakibatkan efek bermakna terhadap fungsi miokardium, tapi tidak menakibatkan perubahan yang bermakna bagi osmolalitas ECF. Jika ginjal berfungsi normal, gangguan cairan dan elektrolit akan minimal, terutama jika kehilangan atau penambahan zat terlarut atau air terjadi secara bertahap.
Ada kemungkinan terjadi perubahan dalam distribusi cairan tubuh, seperti kehilangan internal ECF ke ruang nonfungsional. Contoh lain adalah; terkumpulnya cairan isotonik pada luka bakar, asites, atau trauma otot. Kehilangan fungsional dari ECF kadang-kadang disebut sebagai ruangan ketiga (non-ECF, non-ICF). Karena perubahan dalam distribusi cairan itu mengakibatkan kelebihan atau kekurangan volume ECF, maka perubahan-perubahan itu dimasukkan ke dalam kategori kekurangan volume ECF.
Penjelasan berikut menguraikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit secara terpisah. Namun penting diingat bahwa dalam praktek, gabungan keduanya jauh lebih sering terjadi.
A.    Kekurangan Volume Cairan Ekstraselular (ECF)
Kekurangan volume ECF atau hipovalemia didefinisikan sebagai kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatef sama. Kekurangan volume isotonik seringkali disalahartikan sebagai dehidrasi, istilah yang seharusnya hanya dipakai untuk kehilangan air murni relatif yang mengakibatkan hipernatremia.
F Sebab-Sebab Kekurangan Volume ECF
Kehilangan di luar ginjal
1.      Kehilangan melalui saluran cerna.
a.       Lambung; muntah; penyedotan gastrointestinal.
b.      Usus halus; diare; ileostomi dan fistula pancreas/biliar.
c.       Perdarahan
2.      Kehilangan melalui kulit
a.       Diaforesis (berkeringat)
b.      Luka bakar yang luas (hilang melalui penguapan)
3.      Kehilangan melalui ruang ketiga
a.       Obstruksi usus
b.      Peritonitis
c.       Luka bakar yang berat
d.      Asietes
e.       Pankreatitis
f.       Efusi pleura
g.      Cedera remuk atau fraktur paha
h.      hipoalbuminemia
Kehilangan melalui ginjal
1.      Penyebab intristik dari ginjal
a.       Penyakit ginjal
1)      Nefritis boros garam
2)      Fase diuresis gagal ginjal akut
2.      Penyebab di luar ginjal
a.       Kelebihan pemakaian diuretik
b.      Diuresis osmotic
1)      Glikosuria diabetik
2)      Hiperalimentasi enteral atau parenteral
3)      Pengobatan dengan manitol
c.       Kekurangan Aldosteron
1)      Penyakit Addison
2)      Hipoaldosteronisme

F Kekurangan Volume ECF: Gambaran Klinis
Gejala/tanda
-Lesu, lemah dan lemas (awal)
-Anoreksia
-Haus
-Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sirkulasi >10 mmHg)
-Takikardia
-Pusing, sinkop
-Tingkat kesadaran yang berubah
-Penurunan suhu tubuh, kecuali jika ada infeksi
-Ekstreminatas dingin (lanjut)
-Waktu pengisian vena-vena tangan yang memanjang (3-5 detik)
-Vena jugularis mendatar pada posisi berbaring
-Penurunan tekanan vena sentral (CVP menrun)
-Mukosa mulut kering
-Lidah kering, terbelah-belah (normal hanya ada 1 alur longitudinal di     garis tengah)
-Turgor kulit buruk
-Oliguria (<30 ml/jam)
-Penurunan berat badan yang cepat
-Penurunan 2% = kekurangan ringan
-Penurunan 5% = kekurangan sedang
-Penurunan 8% = kekurangan berat
F Temuan Laboratorium
-Peningkatan hematokrit
-Peningkatan kadar protein serum
-Na+ serum normal (biasanya)
-Rasio BUN/kreatinin serum > 20:1 (normal = 10:1)
-Berat jenis kemih tinggi
-Osmolalitas kemih > 450 mOsmol/kg
-Na+ kemih < 10 mEq/L (penyebab di luar ginjal)
-Na+ kemih > 20 mEq/L (penyebab pada ginjal atau adrenal)
B.     Kelebihan Volume Cairan Ekstraselular
Kelebihan volume cairan ekstraselular dapat terjadi jika natrium dan air kedua-duanya tertahan dengan proporsi yang kira-kira sama. Dengan terkumpulnya cairan isotonik yang berlebihan pada ECF (hipervolemia), maka cairan akan berpindah ke kompartemen cairan interstisial sehingga menyebabkan edema. Kelebihan volume cairan selalu terjadi sekunder dari peningkatan kadar natrium tubuh total yang akan mengakibatkan retensi air.
F  Sebab-Sebab Kelebihan Volume ECF
1.      Mekanisme pengaturan yang berubah
a.       Gagal jantung kongestif
b.      Sirosis hati
c.       Sindrom nefrotik
2.      Gagal ginjal
3.      Sindrom Chusing; terapi kortikosteroid
4.      Kelaparan (hipoalbuminemia)
5.      Infus larutan garam intravena secara cepat
F  Kelebihan Volume ECF: Gambaran Klinis
Tanda/gejala
Distensi vena jugularis
Peningkatan CVP (>11 cm H2O)
Peningkatan tekanan darah
Denyut nadi penuh, kuat
Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan (> 3-5 detik)
Edema paru akut (jika berat)
Dispnea, takipnea
Ronki basah di seluruh lapangan paru
Penambahan berat badan secara cepat
Penambahan 2% = kelebihan ringan
Penambahan 5% = kelebihan sedang
Penambahan 8% = kelebihan berat
Temuan laboratorium
Penurunan hematrokit
Protein serum rendah
Na+ serum rendah
Na+ kemih rendah (< 10 mEq/24 jam)
C.    Ketidak Seimbangan Osmolalitas
1.      Hiponatremia
F Sebab-sebab hiponatremia (ketidakseimbangan hipoosmolalitas)
Kehilangan natrium melampaui kehilangan air
1)      Pengobatan diuretic dengan diet rendah garam yang berkepanjangan.
2)      Kehilangan melalui saluran cerna yang berlebihan (muntah, diare, penyedotan nasograstik).
3)      Penggantian cairan tubuh yang hilang hanya dengan air atau cairan bebas natrium lainnya (seperti pada diaforesis, perdarahan, atau transudasi ruang ke-tiga).
4)      Gagal ginjal dengan gangguan kemampuan untuk menyimpan natrium jika diperlukan.
5)      Difisiensi adrenal (penyakit Anddison).
F Penambahan air yang melampaui penambahan natrium
1)      Berkurangnya kemampuan untuk membuang air bebas
a)      Berkurangnya volume sirkulasi efektif (gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, sirosis)
b)      Gagal ginjal
c)      Pemakaian diuretic yang berlebihan
2)      Pemberian cairan hipotonik IV yang berlebihan
3)      Pemberian enema air kran yang berlebihan
4)      SIADH
5)      Kompulsi minum air (polidipsi psikogenik)
6)      Tenggelam dalam air tawar
F Hiponatremia tanpa hipo-osmolalitas serum
1.      Osmotik (hiperglikemia, manitol)

F Tipe-tipe hiponatremia
1)      Yang berhubungan dengan kekurangan volume ECF (lihat kotak pada hal. 305).
2)      Yang berhubungan dengan kelebihan volume ECF dan edema (lihat kotak pada hal. 308).
3)      Yang berhubungan dengan volume ECF normal.
F Hiponatremia Gambaran klinis
Tanda/gejala
Na+ serum > 125 mEq/L:
Anoreksia
Rasa pengecap terganggu
Kejang otot
Na+ serum < 115 mEq/L:
Kejang dan koma
Tidak ada atau berkurangnya refleks-refleks
Tanda Babinski
Edema papil
Edema bekas jari di atas sternum
Temuan laboratorium
Na+ serum < 135 mEq/L (pada SIADH dapat sangat rendah, 100 mEq/L)
Osmolalitas serum < 287 mOsmol/kg
Osmolalitas kemih rendah (< 100 mOsmol/kg) dengan ekskresi air normal seperti pada polidipsi psikogenik atau berat jenis kemih normal (berat jenis 1.004)
Osmolalitas atau berat jenis kemih meningkat tidak sesuai (> 100 mOsmol/kg) meskipun osmolalitas serum rendah, atau berat jenis > 1.004 pada hiponatremia yang disebabkan oleh hal-hal lain.
Na+ serum < 10 mEq/L jika disertai edema atau berkurangnya volume oleh sebab-sebab di luar ginjal.
Natrium kemih > 20 mEq/L jika disertai kehilangan garam melalui ginjal atau gagal ginjal dengan retensi air sudah SIADH.
2.      Hipernatermia
Sebab-sebab Hipernatremia (ketidakseimbangan hiperosmolalitas
Asupan air yang tidak cukup
1.      Tidak dapat merasakan atau berespon terhadap rasa haus (misalnya, keadaan koma, kebingungan)
2.      Tidak ada asupan melalui mulut dan rumatan IV tidak mencukupi.
3.      Tidak dapat menelan (misalnya, pada gangguan pembuluh darah otak).
Kehilangan air yang berlebihan
1.      Di luar ginjal
a.       Demam dan/atau diaforesis
b.      Luka bakar
c.       Pemakaian respirator yang lama
d.      Diare berair
2.      Ginjal
a.       Diabetes insipidus (sentral, nefrogenik)
(1)    Cedera kepala (khususnya, fraktur dasar tengkorak)
(2)    Bedah saraf
(3)    Infeksi (ensefalitis, meningitis)
(4)    Neoplasma otak
b.      Diuresis osmotic
(1)    Glikosuria pada diabetes tak terkontrol
(2)    Diuresis pada pemberian makanan tinggi protein melalui slang
(3)    Manitol
Bertambahnya natrium
1.      Tenggelam di laut
2.      Pemberian garam natrium IV yang berlebihan
a.       Larutan garam hipertonik (3% atau 5%)
b.      Pemakaian natrium bikarbonat IV yang berlebihan untuk mengatasi henti jantung.
c.       Larutan garam isotonik
3.      Penggantian tak sengaja gula dengan garam pada susu formula bayi.
4.      Aborsi terapeutik di mana terjadi masuknya larutan garam hipertonik yang tidak sengaja.
Tipe-tipe hipernatremia
1.      Yang berkaitan dengan volume ECF normal
2.      Yang berkaitan dengan berkurangnya volume ECF
3.      Yang berkaitan dengan kelebihan volume ECF yang normal
Hipernatremia: Gambaran Klinis
Tanda/Gejala
Neurologik
Awal : lemah, lemas, iritabel
Berat : agitasi, mania, delirium, kejang, koma
Refleks-refleks tendon dalam meningkat
Kaku kuduk
Haus
Meningkatnya suhu tubuh
Kulit yang merah panas
Selaut lender mulut kering dan lengket
Lidah kasar, merah, dan kering
Temuan laboratoium
Na+ serum ® 145 mEq/L
Osmolalitas serum > 295 mOsmol/kg
Osmolalitas serum umumnya 800 mOsmol/kg (berat jenis 1.030)
3.      Hipokalemia
Sebab-sebab hipokalemia
Asupan K+ dari makanan yang menurun
1)      Pasien sakit berat yang tidak dapat makan minum melalui mulut dalam beberapa hari tanpa diberi K+ tambahan dalam cairan infusnya.
2)      Kelaparan, makan hanya roti panggang dan the
3)      Alkoholisme.
Kehilangan melalui saluran cerna
(1)    Muntah yang berkepanjangan dan penyedotan nasogastrik
(2)    Diare, penyalahgunaan laksatif
(3)    Ileostomi, fistula
(4)    Adenoma vilosa kolon.
Kehilangan ginjal
(1)    Obat-obat diuretic (tiazid, furosemid)
(2)    Beberapa penyakit ginjal:
a.       Fase penyembuhan diuresis dari gagal ginjal akut
b.      Asidosis tubulus ginjal (RTA)
(3)    Asidosis diabetic yang beakibat diuresis osmotic
(4)    Tahap penyembuhan dari luka bakar yang berat
(5)    Efek mineralokortikoid yang berlebihan
a.       Hiperaldosteronisme primer atau sekunder
b.      Kekurangan volume ECF (paling banyak terjadi)
c.       Sindrom Cushing : pengobatan kortikosteroid
d.      Makan licorice (aktivitas mirip aldosteron)
e.       Menelan tembakau kunyah (mengandung licorice dalam jumlah besar)
(6)    Antibiotic (karbenisilin, aminoglikosida)
(7)    Penurunan magnesium
Kehilangan yang meningkat melalui keringan pada udara panas
1.      Orang yang berkeringat banyak karena penyesuaian terhadap panas
Berpindahnya K+ ke dalam sel
(1)    Alkalosis metabolik
(2)    Penganganan ketoasidosis diabetic dengan insulin dan glukosa
Hipokalemia : Gambaran Klinis
Tanda dan Gejala
(1)    Susunan saraf pusat dan neuromuscular
a.       Gejala awal tak jelas: lelah; “tidak enak badan”
b.      Parestesia
c.       Refleks tendon dalam menghilang
d.      Kelemahan otot seluruh tubuh
(2)    Pernapasan
a.       Otot-otot pernapasan lemah, nafas dangkal (lanjut)

(3)    Saluran cerna
a.       Menurunnya motilitas usus besar : anoreksia, mual, muntah, ileus.

(4)    Kardiovaskular
a.       Hipotensi postular
b.      Disritmia (khususnya jika memakai digitalis dan ada penyakit jantung)
c.       Perubahan-perubahan pada EKG
(1)    Gelombang T yang lebar dan mendatar progresif (kadang-kadang terbalik)
(2)    Depresi segmen ST
(3)    Gelombang U yang menonjol
(5)    Ginjal
a.       Poliuria, nokturia (kelainan pemekatan)
Temuan laboratorium
1.      K+ serum<3,5 mEq/L
2.      pH serum ® 7,45; peningkatan bikarbonat serum (hipokalemia sering disertai alkalosis metabolik).
4.      Hiperkalemia
Sebab-sebab Hiperkalemia
Singkirkan pseudohiperkalemia
1.      Teknik pengambilan darah vena yang jelek,; lisis sel darah
Ekskresi K+ yang tidak memadai
1.      Gagl ginjal (akut dan kronik)
2.      Insufisiensi adrenal
a.       Hipoaldosteronisme
b.      Penyakit Addison
3.      Diuretik hemat kalium (seperti spironolakton.
Berpindahnya K+ keluar dari sel menuju ECF
1.      Asidosis metabolik (seperti pada gagl ginjal)
2.      Kerusakan jaringan (luka bakar yang luas, cedera remuk yang berat, perdarahan internal)
Asupan yang berlebihan  :
1.      Pemberian cepat larutan infuse IV yang mengandung kalium
2.      Pemberian cepat transfusi darah yang disimpan
3.      Makan pengganti garam pada pasien-pasien gagal ginjal
Hiperkalemia: Gambaran Klinis
Tanda dan Gejala :
1.      Neuromuskular
a.       Kelemahan otot yang tidak begitu kelihatan biasanya merupakan tanda awal.
b.      Kelemahan otot yang berjalan naik dan berkembang kearah paralis flaksid pada tungkai bawah, dan akhirnya pada badan dan lengan (berat).
c.       Parestesia pada wajah, lidah, kaki, dan tangan
2.      Saluran cerna :
a.       Mual, kolik usus, diare
3.      Ginjal :
a.       Oliguria yang berlanjut menjadu anuria
4.      Kardiovaskular :
a.       Disritmia jantung, bradikardia, blok jantung komplit, fibrilasi ventrikel atau henti jantung.
b.      Perubahan EKG (selalu terjadi jika K+ serum = 7-8 mEq/L).
(1)    Gelombang T yang tinggi dan tajam (awal ; K+ ® 6mEq/L)
(2)    Interval PR memanjang
(3)    QRS melebar
Temuan Laboratorium
Kadar K+ serum > 5,5 mEq/L.




BAB III
PENATALAKSANAAN GANGGUAN
VOLUME CAIRAN, OSMOLALITAS DAN ELEKTROLIT
1.       Apakah saat ini ada penyakit atau cedera yang dapat mengacaukan keseimbangan cairan dan elektrolit?
2.       apakah pasien mendapat pengobatan cairan parenteral, atau pengobatan lain yang dapat mengacaukan keseimbangan cairan dan elektrolit? Jika ya, bagaimana pengobatan itu bisa mengacaukan keseimbangan   cairan   ?
3.       Apakah ada pengeluaran cairan tubuh yang abnormal dan, jika ya, dari mana ? apa tipe ketidakseimbangan yang biasanya menyertai pengeluaran cairan itu?
4.       Apakah ada pembatasan diet (seperti diet rendah garam)? Jika ya, bagaimana itu bisa mempengaruhi keseimbangan cairan ?
5.       Apakah pasti telah menerima air dan zat gizi lain melalui mulut atau Jalan lain dalam jumlah yang cukup ? jika tidak, berapa lama pemasukan yang tidak memadai itu telah berlangsung ?
6.       Bagaimana perbandingan antara pemasukan cairan total dengan pengeluaran cairan totalnya ?
A.    Penatalaksanaan Kekurangan Cairan Tubuh
Penuntun Kebutuhan Cairan Intervena :
Ketentetuan umum  :
1.      Berikan kebutuhan rumatan dan ganti cairan yang hilang
2.      Ganti kehilangan yang sedang berlangsung, volume per volume
3.      Pemberian cairan dibagi rata dalam 24 jam kecuali dalam keadaan-keadaan khusus
Kebutuhan volume 24 jam/m2 luas permukaan tubuh (BSA = body surface area):
1.      Rumatan 1500 ml/m2 BSA
2.      Kekurangan volume cairan sedang + rumatan (penurunan BB mendadak <5%) 2400 ml/m2 BSA.
3.      Kekurangan volume cairan yang berat + rumatan (penurunan BB mendadak <5%) 3000 ml/m2 BSA.
Konversi berat badan terhadap BSA pada orang dengan ukuran tubuh rata-rata:
Berat badan
Kg
lbs
Perkiraan BSA dalam m2
3
6,6
0,20
6
13,2
0,30
20
44,0
0,80
40
88,0
1,30
50
110.0
1,50
57
125,4
1,60
70
154,0
1,76
85
187,0
2,00




Contoh-cntoh perhitungan:
Kebutuhan rumatan bagi wanita dengan berat badan 125 lb yang tidak makan dan Minum melalui mulut dan tidak mengalami kehilangan yang abnormal:
Kebutuhan 24 jam cairan i.v.=1,60 x 1500 ml=2400 ml
Kebutuhan cairan i.v. bagi pria dengan BB 70 kg yang telah muntah selama 2 hari dan mengalami kekurangan volume cairan sedang:
Kebutuhan 24 jam cairan i.v. = 1,76 x 2400 ml = 4224 ml
Pengkajian Keperawatan
Untuk mengkaji adanya FVD, masukan dan haluaran cairan diukur dan dievaluasi sedikitnya pada interval 8 jam; kadang, pengukuran tiap jam diperlukan. Dengan terjadinya FVD, kehilangan cairan tubuh melebihi masukan cairan. Kehilangan ini mungkin dalam bentuk urin yang berlebihan (poliuria), diare, muntah, dan seterusnya. Kemudian, setelah FVD sudah sepenuhnya terjadi, ginjal mencoba menyimpan cairan tubuh yang diperlukan, menyebabkan terjadinya haluaran urin kurang dari 30 ml/jam pada orang dewasa; urin dalam hal ini terkontraksi dan menggambarkan respons ginjal yang sehat. Pengukuran berat badan tiap hari dipantau; kehilangan berat badan akut sebesar 0,5 kg (1 pound) menggambarkan kehilangan cairan kurang lebih 500 ml. (satu liter cairan kurang lebih seberat 1 kg, atau 2,2 pound).
Tanda-tanda vital dipantau dengan ketat. Perawat harus waspada terhadap nadi yang lemah, cepat dan hipotensi postural (y.i., penurunan tekanan sistolik lebih besar dari 15 mmHg ketika pasien bergerak dari posisi baring ke posisi duduk). Penurunan suhu tubuh seringkali menyertai kekurangan volume cairan, kecuali jika ada infeksi yang menyertai.
Turgor kulit dan lidah dipantau secara berkala. Pada orang yang sehat, kulit yang dicubit akan kembali dengan segera ke posisi normalnya ketika dilepaskan. Kemampuan elastis ini, disebut sebagai turgor, sebagian tergantung pada volume cairan interstisiel. Pada orang yang FVD, kulit kembali pada posisi semula lebih lambat setelah cubitan dilepaskan; jika FVD berat, kulit mungkin tetap naik selama beberapa detik. Turgor jaringan paling baik diukur dengan mencubit kulit di atas sternum, bagian dalam paha, atau dahi. Tes turgor kulit tidak valid pada orang usia lanjut seperti pada orang yang usia lebih muda karena elastisitas kulit menurun sesuai usia.
Mengevaluasi turgor lidah, yang tidak dipengaruhi oleh usia, mungkin lebih valid daripada mengevaluasi turgor kulit. Pada orang normal, lidah mempunyai satu alur longitudinal. Pada orang dengan FVD, ada tambahan alur longitudinal dan lidah menjadi lebih kecil, karena kehilangan cairan. Tingkat kelembaban membrane mukosa oral juga dikaji adalah mulut yang kering menandakan baik FVD ataupun pernapasan mulut.
Konsentrasi urin dipantau dengan mengukur berat jenis urin. Pada pasien yang kehilangan cairan, berat jenis urin harus di atas 1,020, menunjukkan penyimpanan cairan ginjal yang sehat.
Fungsi mental yang terakhir dipengaruhi akibat kehilangan cairan hebat sebagai akibat dari penurunan perfusi serebral. Penurunan perfusi perifer dapat mengakibatkan ekstremitas dingin. Pada pasien dengan fungsi kardiopulmonal yang relatif normal, tekanan vena sentral yang rendah merupakan hal yang menunjukkan hipovolemia. Pasien dengan dekompensasio kardiopulmonal akut membutuhkan pemantauan hemodinamik yang lebih mendalam untuk memantau tekanan pada kedua sisi jantung.
Intervensi Keperawatan
Mencegah FVD. Untuk mencegah FVD, perawat harus menyadari bahwa pasien mempinyai resiko dan melakukan tindakan untuk meminimalkan kehilangan cairan. Sebagai contoh, jika pasien mengalami diare, cara-cara pencegahan seharusnya dimplementasikan untuk mengendalikan diare sementara melakukan penggantian cairan. Cara-cara pencegahan ini mungkin termasuk memberikan obat antidiare dan volume kecil cairan oral pada interval yang sering.
Memperbaiki FVD. Jika mungkin, cairan oral diberikan untuk membantu memperbaiki FVD, dengan memberikan perhatian pada kesukaan dan ketidaksukaan pasien. Jenis cairan yang hilang dari pasien juga dipertimbangkan dan usaha-usaha dilakukan untuk memilih cairan yang paling mungkin menggantikan elektrolit yang hilang. Jika pasien enggan minum karena tidak nyaman di mulut, perawatan mulut harus sering diberikan dan dipilih cairan yang tidak mengiritasi mukosa. Pasien dapat ditawari sedikit cairan pada interval sering daripada volume besar dalam satu waktu. Jika ada mual, antiemesis mungkin dibutuhkan sebelum penggantian cairan oral dapat ditoleransi.
Jika pasien tidak mampu makan dan minum, dokter mungkin mempertimbangkan cara alternative (pemberian enteral atau parenteral) untuk masukan cairan. Intervensi ini penting untuk mencegah kerusakan ginjal karena FVD yang berkepanjangan.   
B.     Penatalaksanaan Kelebihan Volume Cairan
Prinsip-prinsip umum dalam penanganan  :
Penanganan kelebihan volume cairan dan edema membutuhkan pemahaman semua faktor, baik yang primer maupun yang sekunder yang mengakibatkan gangguan, dan jika mungkin menangani sebab-sebab yang mendasarinya. Hampir semua Langkah penanganan bertujuan untuk membatasi pemasukan natrium dan air.
Timbulnya edema paru akut dengan hipoksemia adalah keadaan yang mengancam nyawa yang membutuhkan penanganan segera, yaitu dengan mengurangi pre load (beban yang masuk ke jantung) dan memulihkan pertukaran gas secepat mungkin. Usaha-usaha yang dilakukan meliputi meletakkan pasien pada posisi Fowler tinggi, dan pemberian morfin, diuretic yang bekerja cepat seperti furosemid, dan oksigen. Pada kasus edema paru akut yang berat, pemasangan torniket yang berpindah-pindah untuk menahan cairan pada ekstremitas dapat menolong. Untuk mencegah kelebihan volume cairan dan edema paru akut, penting sekali untuk memantau dengan seksama kecepatan pemberian cairan intravena dan respon pasien. Khususnya, pada pasien usia tua atau paru, mudah terjadi edema paru akut, pengurangan cairan edema harus lebih perlahan-lahan.
Gagal jantung kongestif umumnya diatasi dengan digitalis, diuretic, dan pembatasan asupan natrium dalam diet. Sirosis hati ditangani dengan diet rendah garam dan diuretic. Pemberian kortikosteroid pada pasien-pasien dengan sindrom nefrotik dapat menghilangkan proteinuria, dan dengan demikian memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, yang merupakan mekanisme primer penyebab edema. Edema yang disebabkan malnutrisi berespon baik terhadap pemberian diet yang adekuat, terutama dengan penambahan protein makanan. Perawatan konservatif, seperti tirah baring dan pemakaian stocking, dapat membantu mobilisasi cairan.
Intervensi Keperawatan
Mencegah FVE. Intervensi yang spesifik agak bervariasi sesuai dengan kondisi patologis yang mendasarinya dan tingkat FVE. Meskipun demikian kebanyakan pasien, membutuhkan diet pembatasan natrium dalam berbagai bentuk. Karena itu, dianjurkan ketaatan pada diet yang diberikan. Pasien diberi instruksi untuk menghindari obat-obat yang dijual bebas tanpa menanyakannya terlebih dahulu pada pemberi pelayanan kesehatan, karena substansi ini mungkin mengandung natrium. Jika retensi cairan tetap terjadi meskipun taat pada  diet yang diberikan, sumber-sumber natrium yang tersembunyi, seperti suplai air atau penggunaan water softener, harus dipertimbangkan.
Mendeteksi dan Mengendalikan FVE. Mendeteksi FVE merupakan hal penting yang utama sebelum kondisi menjadi kritis. Intervensi termasuk memberikan istirahat, membatasi natrium, memantau terapi cairan parenteral, dan memberikan obat yang sesuai.
Beberapa pasien mendapatkan keuntungan dari periode istirahat yang teratur, karena tirah baring menolong diuresis cairan edema. Mekanismenya mingkin berhubungan dengan penurunan pooling vena dan selanjutnya peningkatan volume darah yang bersirkulasi dan perfusi ginjal. Pembatasan natrium dan cairan seharusnya diberlakukan sesuai indikasi. Karena kebanyakan pasien dengan FVE membutuhkan diuretic, respons pasien terhadap agens-agens ini dipantau. Tingkat kecepatan cairan parenteral dan respons pasien terhadap cairan ini dipantau dengan ketat. Jika terjadi dispnea atau ortopnea, pasien dibaringkan pada posisi semi-Fowler untuk meningkatkan ekspansi paru. Pasien diubah posisinya pada interval yang teratur, karena jaringan yang edema yang lebih mudah mengalami kerusakan kulit dibandingkan jaringan normal.
Karena kondisi-kondisi yang meningkatkan kecenderungan FVE seringkali kronis, pasien diajarkan untuk memantau responsnya sendiri terhadap terapi dengan mencatat dan mengvaluasi  masukan dan haluaran cairan dan perubahan berat badan. Pasien ditekankan tentang pentingnya mentaati terari pengobatan.  
C.    Penatalaksanaan Gangguan elektrolit
1.      Penatalaksanaan Hiponatremia
Penggantian natrium. Pengobatan yang paling nyata dari hiponatremia adalah pemberian natrium yang hati-hati. Pemberian ini mungkin dicapai secara oral, dengan selang nasogastrik, atau secara parenteral. Bagi pasien yang mampu makan atau minum, penggantian natrium dapat dengan mudah dilakukan, karena natrium banyak terdapat dalam diet normal. Untuk pasien yang tidak mampu menerima natrium per normal, larutan Ringer Laktat atau saline isotonis (0,9% natrium klorida) mungkin diberikan (Tabel 14-5 menjabarkan komponen-komponen larutan air dan elektrolit tertentu). Kebutuhan natrium harian yang lazim pada orang dewasa adalah kurang lebih 1000 mEq. Jika tidak ada kehilangan yang abnormal.
Pada SIADH, saline yang hipertonis saja tidak dapat berubah konsentrasi natrium plasma. Natrium yang berlebihan akan diekskresikan dengan cepat dalam urin yang sangat pekat. Dengan tambahan furosemide (Lasix), urin tidak pekat dan urin isotonis diekskresikan dan mencapai suatu perubahan dalam keseimbangan air. Selain itu, dapat pasien-pasien yang mengalami SIADH,  dimana sulit dilakukan pembatasan air, lithium atau democlocyeline dapat melawan efek osmotic dari ADH pada tubulus koligentes medularis.
Pembatasan air, Jika hiponatremia terjadi pada pasien dengan volume cairan normal atau kelebihan, pengobatan pilihannya adalah pembatasan air. Hal ini jauh lebih aman dibandingkan pemberian natrium dan biasanya cukup efektif. Meskipun demikian jika gejala neurologist timbul, mungkin perlu memberikan volume kecil larutan natrium hipertonis, seperti natrium klorida 3% atau 5%. Penggunaan yang tidak benar dari cairan ini sangat berbahaya.
Pengkajian Keperawatan
Penting artinya untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko terhadap hiponatrema sehingga mereka dapat dipantau. Deteksi dan penanganan awal dari gangguan ini penting untuk mencegah terjadinya konsekuensi yang serius.
Untuk pasien-pasien yang berisiko, perawat memantau masukan dan haluaran cairan juga menimbang berat badan setiap hari. Kehilangan natrium abnormal atau penambahan air dicatat. Perawat terutama harus mewaspadai perubahan-perubahan sistem saraf pusat, seperti letargi, konfusi, kedutan otot, dan kejang-kejang. Umunya, lebih banyak gejala neurologist yang dihubungkan dengan kadar natrium yang sangat rendah yang terjadi sangat cepat karena kelebihan cairan. Tindakan paling penting adalah untuk memantau kadar natrium serum dengan ketat pada pasien-pasien yang berisiko mengalami hipotremia. Jika ada indikasi, kadar natrium urin dan berat jenis urin juga dipantau.
Hipotremia merupakan penyebab konfusi pada lansia yang sering diabaikan. Lansia mempunyai risiko untuk mengalami hiponatremia yang lebih tinggi karena terjadinya perubahan-perubahan pada fungsi ginjal dan selanjutnya penurunan kemampuan untuk mengekskresikan beban air yang berlebihan. Pemberian obat-obat yang menyebabkan terjadinya kehilangan natrium atau retensi air merupakan satu faktor predisposisi.
Intervensi Keperawatan
Mendeteksi dan Mengendalikan Hiponatremia. Perawat harus mewaspadai pasien-pasien yang mempunyai risiko mengalami hiponatremia dan memulai tindakan untuk mendeteksi gangguan tersebut sebelum gangguan.
Pemulihan Kadar Natrium Kembali Normal. Jika masalah utamanya adalah sretensi air, lebih aman untuk membatasi masukan cairan dibandingkan dengan memberikan natrium. Pemberiam natrium pada pasien dengan normovoiemia atau hipervolemia menimbulkan predisposisi terhadap terjadinya overload volume, pasien-pasien dengan penyakit kardiovaskuler yang menerima cairan yang  mengandung natrium seharusnya dipantau dengan sangat ketat terhadap tanda-tanda terjadinya kelebihan sirkulateori, seperti krekels.
Pada hiponatremia berat, tujuan terapi adalah untuk meningkatkan kadar natrium serum secukupnya hanya untuk menghilangkan tanda-tanda gangguan neurologist. Contohnya, direkomendasikan bahwa konsentrasi natrium serum ditingkatkan mencapai level tidak lebih tinggi dari 125 mEg/L (SI : 125 mmol/L) dengan salin hipertonik.
2.      Penatalaksanaan Hipernetramia
Pengobatan hipertnatremia terdiri atas penurunan terhadap kadar natrium serum dengan infuse dengan infuse larutan elektrolit hipotonik (seperti natrium klorida 0,3 %) atau larutan isotonic (seperti D3W). Larutan natrium hipotonil dipertimbangkan lebih utama dibandingkan Dekstrosa 5 % dalam air oleh beberapa praktisi klinik karena larutan ini menyebabkan penurunan kadar natrium serum yang edema serebral. Penurunan kadar natrium serum yang cepat sementara waktu menurunkan risiko terjadinya edema serebral. Penurunan kadar natrium serum yang cepat sementara waktu menurunkan osmolalitas plasma di bawah osmolalitas cairan pada jaringan otak, dan menyebabkan terjadinya edema serebral yang berbahaya. Diuretik mungkin juga diberikan untuk mengatasi penambahan natrium.
Tidak ada keseragaman mengenai kecepatan yang tepat untuk mengurangi kadar natrium. Sebagai aturan umum. Kadar natrium serum diturunkan pada kecepatan tidak lebih dari 2 mEq/L/jam untuk memberikan waktu yang cukup untuk penyesuaian melalui difusi melewati kompartemen cairan.
Desmopression (DDAVP) dapat diberikan untuk mengobati diabetes insipidus jika ia merupakan penyebab dari hipernatremia.
            Pengkajian Keperawatan
Kehilangan dan penambahan cairan dipantau dengan hati-hati pada pasien-pasien yang mengalami risiko terjadinya hipernatremia. Perawat harus mengkaji terjadinya kehilangan air yang abnormal atau masukan air yang kurang dan terjadinya penambahan natrium dalam jumlah besar, seperti yang mungkin terjadi pada penggunaan obat yang dijual bebas dengan kandungan natrium yang tinggi (seperti Alka-Seltzer). Perawat juga penting untuk memperoleh riwayat penggunaan obat, karena beberapa obat yang diresepkan mungkin juga mempunyai kandungan natrium yang tinggi.
Adanya rasa haus  atau peningkatan suhu tubuh dicatat dan dievaluasi hubungannya dengan tanda-tanda klinik yang lain. Pasien dipantau terhadap terjadinya perubahan perilaku, seperti gelisah, disorientasi, dan letargi.

Intervensi Keperawatan
Mencegah Hipernatremia. Perawat berupaya untuk mencegah hipernatremia dengan memberikan cairan pada interval yang teratur, terutama pada pasien yang mengalami gangguan yang tidak mampu mempersepsikan atau berespon terhadap rasa haus. Jika masukan cairan tetap tidak adekuat, perawat mengkonsultasikan pada dokter untuk merencanakan jalan masukan lain, baik dengan pemberian makan melalui selang atau dengan jalan parenteral. Jika pemberian makan melalui selang yang digunakan, air yang cukup seharusnya diberikan untuk mempertahankan kadar natrium serum dan kadar nitrogen area darah dalam batas-batas normal. Sebagai aturan umum, makin tinggi osmolalitas makanan perselang makin tinggi kebutuhan untuk tambahan air.
Untuk pasien yang mengalami diabetes insipidus, yang penting adalah memastikan masukan air yang adekuat. Jika pasien sadar dan mempunyai mekanisme rasa haus yang utuh, hanya menyediakan air mungkin cukup. Jika pasien mengalami tingkat penurunan kesadaran, atau ketidakmampuan lain yang mengganggu masukan cairan yang adekuat, penggantian cairan parenteral mungkin diberikan. Terapi ini dapat diantisipasi pada pasien-pasien dengan gangguan neurologist, terutama pada periode awal pascaoperasi.
Memperbaiki Hipernatremia. Pada saat hipernatremia terjadi dan cairan parenteral merupakan hal yang penting untuk penatalaksannya, perawat memantau respon pasien terhadap cairan dengan melakukan tinjauan terhadap cairan dengan melakukan tinjauan terhadap seri kadar natrium serum dan dengan mengobservasi perubahan-perubahan dalam tanda-tanda neurologist. Dengan penurunan kadar natrium serum yang bertahap, tanda-tanda neurologist seharusnya membaik. Seperti yang disebutkan pada pembahasan tentang penatalaksanaan, penurunan kadar natrium serum yang terlalu cepat menyebabkan plasma untuk sementara waktu menjadi bersifat hipoosmotik terhadap cairan di jaringan otak, dan menyebabkan edema serebral yang berbahaya.
3.      Penatalaksanaan Hipokalemia
Pengobatan hipokalemia yang paling baik adalah pencegahan. Kehilangan kalium harus diperbaiki setiap hari, pemberian kalium sebanyak 40 sampai 80 mEq/L. sudah adekuat untuk orang dewasa jika tidak ada kehilangan kalium yang abnormal.
Untuk pasien-pasien berisiko, harus disediakan diet yang mengandung cukup kalium, masukan harian kalium pada orang dewasa rata-rata adalah 50 sampai 100 mEq/hari. Makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang, apricot, jeruk, advokad, kacang-kacangan, dan kentang.
Jika masukan makanan tidak adekuat untuk alasan apapun, dokter mungkin memberikan tambahan kalium. Banyak pengganti garam yang mengandung 50 sampai 60 mEq kalium per sendok teh dan mungkin dapat memenuhi semua kebutuhan masukan kalium tambahan bagi pasien.
Tambahan kalium oral dapat menghasilkan lesi usus kecil; karena itu, pasien harus dikaji dan diberi peringantan tentang distensi abdomen, nyeri, atau perdarahan GL.
Jika pemberian kalium oral tidak memungkinkan, cara intervena dapat diindikasikan. Pada kenyataannya, cara intervena merupakan suatu keharusan untuk pasien-pasien dengan hipokalemia berat (seperti kadar serum 2 mEq/L). Meskipun kalium klorida biasanya digunakan untuk memperbaiki kekurangan kalium, dokter mungkin memberikan kalium asetat atau kalium fosfat. Kalium intervena harus diberikan melalui pompa IV untuk menghidari penggantian kalium yang terlalu cepat. Jika kalium diberikan melalui vena perifer, kecepatan pemberian harus diturunkan untuk menghindari iritasi vena dan menyebabkan sensasi terbakar selama pemberian. Tiap rumah sakit mempunyai standar perawatan sendiri yang menjadi rujukan meskipun demikian, kalium IV seharusnya tidak diberikan pada kecepatan yang lebih cepat dari 20 mEq/jam atau dalam konsentrasi lebih besar dari 30 sampai 40 mEq/L kecuali jika hipokalemia berat, karena hal ini dapat menyebabkan disritmia yang mengancam jiwa.
§  Kalium tidak pernah diberikan melalui suntikan IV atau IM; jika menyiapkan infuse IV, infuse harus tercampur dengan baik untuk mencegah dosis bolus yang terjadi akibat terkumpul kalium di dasar penampung IV.
Umumnya,  konsentrasi yang lebih besar dari 60 mEq/L tidak diberikan melalui vena perifer, karena dapat terjadi nyeri vena dan sclerosis. Untuk kebutuhan rumatan rutin, kalium diberikan pada kececpatan tidak lebih dari 10 mEq/jam, direncakan secukupnya.
Pada situasi kritis, larutan yang lebih pekat (seperti 20 mEq/L) dapat diberikan melalui jalur sentral. Bahkan pada hipokalemia yang sangat berat,  dianjurkan bahwa pemberian kalium tidak lebih dari 20 sampai 40 mEq/jam (diencerkan secukupnya); pada situasi semacam ini pasien harus dipantau melalui elektrokardiogram (EKG) dan diobservasi dengan ketat terhadap tanda-tanda lain, seperti perubahan pada kekuatan otot.
Pengkajian Keperawatan
Karena hipokalemia dapat mengancam jiwa, penting artinya untuk membantu timbulnya hipokalemia  pada pasien-pasien yang beresiko. Adanya keletihan, anoreksia, kelemahan otot, penurunan motilitas usus, parestesia, atau disritmia harus mendorong perawat untuk memeriksa konsentrasi kalium serum. Jika tersedia, elektrokardiogram dapat memberikan informasi yang bermanfaat. Pasien-pasien yang menerima digitalis yang berisiko mengalami defisiensi kalium harus dipantau dengan ketat terhadap tanda-tanda terjadinya toksisitas digitalis, karena hipokalemia meningkatkan aksi digitalis. Pada kenyataannya, dokter biasanya memilih untuk mempertahankan kadar kalium serum lebih besar dari 3,5 mEq/L (SI: 3,5 mmol/L) pada pasien-pasien yang menerima digitalis.
Intervensi Keperawatan
Mecegah Hipokalemia. Tindakan-tindakan tertentu dilakukan untuk mencegah hiokalemia jika mungkin. Pencgahan mungkin dalam bentuk menganjurkan masukan makanan yang kaya akan kalium pada pasien-pasien yang berisiko (jika sesuai diet). Sumber-sumber kalium termasuk buah dan sari buah (pisang, melon, buah sitrus), sayur-sayuran segar dan beku, daging segar, dan makanan olahan. Bila hipokalemia terjadi akibat penyalahgunaan laktasif atau diuretic, penyuluhan pasien dapat membantu menghilangkan masalah. Bagian dari riwayat kesehatan dan pengkajian kesehatan harus diarahkan untuk mengidentifikasi masalah yang berhubungan dengan pencegahan melalui penyuluhan.
Memperbaiki Hipokalemia. Perawatan yang sangat teliti harus diterapkan saat memberikan kalium secara intervena. Kalium harus diberikan hanya setelah adanya aliran urin yang adekuat. Penurunan pada volume urin hingga kurang dari 20 ml/jam selama dua jam berurutan adalah indikasi untuk menghentikan infuse kalium sampai situasi tersebut dievaluasikan. Kalium terutama diekskresikan oleh ginjal; karena itu, jika ada oliguria, pemberian kalium dapat menyebabkan konsentrasi kalium meningkat sampai ke kadar yang berbahaya.
Penggantian kalium harus diberikan dengan hati-hati pada lansia karena mereka mempunyai massa tubuh dan kadar kalium total tubuh yang lebih rendah dan karena itu membutuhkan kalium yang lebih rendah. Selain itu, dengan hilangnya fungsi ginjal secara fisiologis bersamaan dengan bertambahnya usia, pemberian kalium mungkin ditahan dengan lebih mudah dibandingkan pada orang yang lebih mudah.
4.      Penatalaksanaan Hiperkalemia
Prosedur EKG segera harus dilakukan untuk mendeteksi perubahan. Repolarisasi yang memendek dan gelombang T tinggi sering terlihat pada awalnya. Adalah juga bijaksana untuk memeriksa ulang kadar kalium serum untuk memastikan hasil.
Pada situasi nonakut, pembatasan diet kalium dan obat yang mengandung kalium dapat mencukupi. Sebagai contoh, menyingkirkan penggunaan garam pengganti yang mengandung kalium pada pasien yang menerima diuretic hemat kalium adalah yang paling diperlukan untuk mengatasi hiperkalemia ringan.
Pencegahan hiperkalemia yang serius dengan pemberian, baik secara oral atau dengan enema retensi, resin pertukaran-kation (seperti (Kayexalate), mungkin perlu pada pasien-pasien dengan kerusakan ginjal. Resin pertukaran-kation tidak dapat digunakan jika pasien mengalami paralitik ileus karena dapat terjadi performasi intestinal.
Tindakan-tindakan Kegawatan  :
Pada keadaan darurat, mungkin perlu pemberian kalsium glukonat secara intravena. Dalam beberapa menit setelah pemberian, kalsium bekerja secara antagonis melawan aksi hiperkalemia pada jantung. Infuse kalsium tidak menurunkan konsentrasi kalium serum tetapi dengan segera menjadi antagonis terhadap reaksi abnormalitas konduksi jantung. Kalsium klorida dan kalsium glukonat tidak dapat dipertukarkan. Kalsium glukonat mengandung 4,5 mEq kalsium dan kalsium klorida mengandung 13,6 mEq kalsium. Pemantauan tekanan darah pasien merupakan hal yang penting karena pemberian yang cepat dapat mengakibatkan hipotensi. EKG harus dipantau secara kontinu selama pemberian; adanya bradikardi merupakan suatu indikasi untuk menghentikan infus. Efek protektif miokardium dari kalsium bersifat sementara, berlangsung sekitar 30 menit. Perhatian ekstra dibutuhkan jika pasien mendapatkan digitalis, karena pemberian kalsium secara parenteral mensentisasi jantung terhadap digitalis, dan dapat mencetuskan toksisitas digitalis.
Pemberian natrium bikarbonat secara intravena mungkin perlu untuk membasakan plasma dan menyebabkan perpindahan sementara kalium ke dalam sel-sel. Juga, natrium bikarbonat melengkapi natrium untuk melawan efek kardia akibat kalium. Efek dari terapi ini dimulai dalam 30 sampai 60 menit dan mungkin menetap selama berjam-jam; meskipun demikian, sifatnya hanya sementara.
Pemberian insulin regular dan dekstrosa hipertonis secara intravena menyebabkan perpindahan kalium sementara ke dalam sel-sel. Terapi glukosa dan insulin mempunyai awitan tindakan dalam 30 menit dan berlangsung selama beberapa jam.
Tindakan pengganti sementara di atas hanya sementara untuk melindungi pasien dari hiperkalemia. Jika kondisi hiperkalemia tidak bersifat sementara, pembuangan actual kalium dari tubuh diperlukan ; hal ini mungkin dicapai dalam berbagai cara seperti resin pertukaran kation, dialysis peritoneal, atau hemodialisis.
Pengkajian Keperawatan
Pasien-pasien yang beresiko mengalami kelebihan kalium harus diidentifikasi sehingga mereka dapat dipantau dengan ketat terhadap tanda-tanda hiperkalemia.
Perawat mengobservasi tanda-tanda kelemahan otot dan disritmia. Adanya parestesia dicatat, juga gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, dan kolik intestinal. Untuk pasien yang berisiko, kadar kalium serum diukur secara berkala.
Penting untuk diingat bahwa peningkatan kadar kalium serum mungkin kesalahan; karena itu, kadar abnormal yang tinggi harus diteliti kembali. Untuk menghindari laporan hiperkalemia palsu, penggunaan turniket yang bekepanjangan saat mengambil sampel darah harus dihindari dan pasien diingatkan agar tidak melakukan latihan pada ekstremitasnya sebelum pengambian darah dilakukan. Sampel darah dibawa ke laboratorium secepat mungkin, karena hemolisis pada sampel mengakibatkan peningkatan kadar kalium serum yang palsu.
Intervensi Keperawatan
Mencegah Hiperkalemia. Tindakan-tindakan dilakukan untuk mencegah hiperkalemia pada pasien-pasien berisiko, jika mungkin, dengan menganjurkan pasien untuk mentaati pembahasan kalium yang dianjurkan.makanan yang mengandung kalium tinggi yang harus dihindari termasuk kopi, cocoa, teh, buah yang dikeringkan, kacang yang dikeringkan, dan roti gandum utuh. Susu dan telur juga mengandung kalium yang cukup besar. Sebaliknya, makanan dengan kandungan kalium minimal termasuk mentega, margarine, sari buah atau saus cranbeery, bir cahe, permen karet atau gula-gula agar, permen yang keras, root beer, gula, dan madu.
Mengembalikan Keseimbangan Kalium. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, adalah memungkinkan untuk melebihi toleransi terhadap kalium pada sembarang orang jika substansi tersebut diberikan dengan cepat melalui jalur intravena. Karena itu,  perawatan yang teliti harus dilakukan untuk memantau larutan kalium dengan ketat, memberikan perhatian yang cermat terhadap konsentrasi larutan dan kecepatan pemberian. Saat kalium ditambahkan ada larutan parenteral, kalium dicampur dengan cairan dengan membalik-balik botol beberapa kali. Kalium klorida seharusnya tidak pernah diberikan pada botol yang sedang tergantung karena hal ini mungkin berakibat kalium yang diberikan sbg bolus (kalium klorida berat dan mengendap di dasar botol penampung).
Penting artinya untuk mengingatkan pasien untuk menggunakan pengganti garam dengan hati-hati jika mereka juga mendapatkan bentuk tambahan kalium lain atau diuretic hemat kalium. Juga, diuretic hemat kalium (seperti spironolakton, triamterene, dan amiloride), suplemen kalium, dan pengganti garam tidak diberikan pada pasien dengan disfungsi ginjal. Kebanyakan pengganti garam mengandung kurang lebih 60 mEq kalium per sendok teh.

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com

Sponsor