Terupdate

Sabtu, 05 Desember 2015

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

PENDAHULUAN

Penggunaan istilah hipertropi sebenarnya tidaklah tepat pada kasus ini, karena sebenarnya kelenjar prostat tidaklah membesar/hipertropi prostat, tetapi kelenjar periuratralah yang mengalami hiperplasia (tidak hipertropi). Dalam hal sel-sel granduler dan sel-sel interstisial mengalami hiperplasia (jumlah sel bertambah banyak) maka dalam literatur Benigna Hiperplasi oh the Prostate Gland atau Adenoma Prostate istilah hipertropi prostat sudah umum dipakai.

Laki-laki yang telah berumur lebih dari 50 tahun sering menderita pembersaran kelenjar prostat (frekuensinya bertambah sesuai dengan umur). Kelenjar prostat merupakan bagian dari alat reproduksi dan melengkapi bagian pangkal uretr, sehingga bila terjadi pembesaran kelenjar ini, uretra yang di tengah-tengahnya akan tertekan, sehingga air seni tidak dapat mengalir ke luar dengan lancar.

PATOFISIOLOGI

Proses pembesaran prostat terjadi secara berlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi perlahan-lahan pula. Pada tahap awal, setelah terjadi pembesaran prostat, retensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sirkulasi/divertikel. Fase penebalan ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan ini berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi resiko urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosus dan disfungsi saluran kemih atas.

Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala adalah :
• Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan retensi uretra, adalah gambaran awal dan menetap dari BPH
• Hesitonsi (kencing harus mengunggu lama) terjadi karena destrusor membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
• Intermetency (kencing terputus-putus) terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urine yang masih banyak.

ETIOLOGI
Masih belum diketahui dengan pasti tetapi banyak juga teori yang ditegakkan untuk BPH seperti :
• Teori tumor jinak
• Teori rasial dan faktor sosial
• Teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui
• Teori yang berhubungan dengan aktivitas hubungan seks
• Teori ketidakseimbangan hormonal

Pendapat terakhir ini sering kali dipakai yaitu terjadi ketidakseimbangan antara hormon androgen dan pada usia lanjut yaitu hormon esterogen tetap dan androgen menurun, maka terjadi ketidakseimbangan esterogen menjadi lebih banyak secara relatif ataupun secara absolut dan hal ini menyebabkan kelenjar prostat membesar.
GEJALA KLINIK
Sesuai dengan anatominya, maka pembesaran prostat dapat mengenai daerah periuretral, daerah subrigonal, atau daerah bladder neck dan pendesakan daerah inilahyang menyebabkan gejala klinik

Tetapi tidak semua BPH menimbulkan keluhan, maka dari itu biasanya kelenjar tidak menentukan besar ringannya gejala walaupun biasanya prostat yang besar menyebabkan obstruksi yang besar pula.

Adapun keluhan-keluhan tersebut dapat dibagi dalam derajat :
1. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran air kencing, kencing tidak lampias, frekuensi kencing bertambah pada malam hari

2. Derajat II : adanya retensi urine maka timbulnya infeksi penderita akan mengeluh waktu miksi terasa panas, dan kencing malam bertambah

3. Derajat III : timbulnya retensi total

Gejala lain yang timbul adalah :
• Hematuria
• Overflow urinari, incontinensia dapat ditemukan pada efek sekunder


Komplikasi
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensio uri karena produksi urine terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak dapat lagi menampung sehingga tekanan intra vasika meningkat, dapat timbul hidro ureter, hidro nefrosis dan gagal ginja, proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.

Karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis.

Pada waktu miksi pasien harus mengejan sehingga lama-kelamaan dapat menyebabkan hernia atau haemroid.

TERAPI
Ada 2 macam terapai yang digunakan, yaitu :
1. KONSERVATIF
Terapi konservatif dilakukan bila terapi operatif tidak dapat dilakukan, misalnya karena pasien menolak operasi, mempunyai sakit jantung berat dengan kontraindikasi operasi lainnya.
Tindakan konservatif yaitu mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar, karena terjadi infeksi sekunder dengan pemberian anti biotika.
Terapi untuk retensi urine yaitu dengan keteterisasi.
Kateterisasi intermiten
Buli-buli dapat dikosongkan dan kateter segera dilepas, beberapa pasien kemudian akan dapat miksi sendiri dengan spontan
Kateterisasi endwiling
Sangat berguna terutama bila penderita dulunya juga pernah mengalami retensi urine akut. Tiap hari hendaknya kateter dibersihkan dan tiap minggu diganti dengnan kateter yang baru.

2. TERAPI OPERATIF
• Tindakan operatif
• Pernah obsruktif/retensi berulang
• Urine sisa lebih dari 50 cc

Ada 4 cara prostatektomi yang dikenal :
1. Suprapubik transvesikel yaitu kelenjar prostat diangkat melalui sayatan dinding perut dengan membuka kandung kencing
2. Retropubik ekstravesikel yaitu dinding perut disayat agak ke bawah lalu kelenjar prostat diangkat tanpa membuka dinding kandung kemih
3. Perineal prostatektomi yaitu kelenjar prostat dibuang melalui perineum
4. Trans urethral resection (TUR) yaitu kelenjar prostat diangkat melalui saluran uretra

Komplikasi yang bisa terjadi adalah :
1. Perdarahan
2. Inkontinensia
3. Uretritits dan traktus uretra
4. Epididimiokrkhetis
5. Trombosis
6. Fistula (suprapubik, rektiprostatik)

PERAWATAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN

Persiapan preoperatif
• Tanda persetujuan secara tertulis, penderita dan keluarga harus menyatakan persetujuan pembedahan
• Catatan sebelum pembedahan
• Pesan sebelum pembedahan
Pesan tertulis sehari sebelum operasi untuk melengakapi persiapan
1. Persiapan kulit
Daerah yang akan dicukur ditentukan, lebih baik kalau pencukuran langsung dilaksanakan sebelum pembedahan. Penderita harus dimandikan dan bersih malam sebelum pembedahan.
2. Diet
Penderia tidak boleh makan makanan padat selama 12 jam pasien dipuasakan minum cairan selama 8 jam sebelum pembedahan.
3. Cairan iv
Pemberian cairan intravena tidak diperlukan pada berbagai kasus tetapi pada penderita yang lansia atau lemah perlu diberi cairan penguat pada malam sebelum pembedahan.
4. Pengurangan isi perut
Pencahar dan enema kebanyakan dilaksanakan pada pembedahan perut, pengosongan sebagian dari usus dilaksanakan pemberian 2-3 tablet dulcolax.
5. Pemberian obat-obatan
Premedikasi anastetik biasanya ditangani oleh dokter ahli anastesi
6. Tes laboratorium
Penentuan BUN, kreatinin serum dan kalium serum, lab darah dan lain-lain.
7. Sinar X
Penyinaran pada dada prelogram untuk dapat menetapkan besarnya ginjal dan adanya obstruksi air kemih dan arteriogram.
8. Transfusi darah
Harus disiapkan bilamana perlu
9. Kandung kencing
Kateter voley digunakan pada pembedahan yang lama lebih baik memasang kateter sesudah di bedah daripada sebelumnya.

PERAWATAN PASCA BEDAH
1. Jenis pembedahan
Sehingga perawat dan dokter yang jaga mengetahui persoalan yang dihadapi
2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah, denyut nadi, respirasi, harus dicatat tiap 15 menit sesudah operasi, tiap jam selam beberapa jam kemudian 4 jam hingga penderita sembuh
3. Catat BB tiap hari, input dan output
4. Catat BUN, creatinin, dan elektrolit setiap hari
5. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setiap hari
6. Aktivitas dan posisi
Posisi mula-mula telentang tetapi penderita harus dimiringkan ke kiri atau ke kanan setiap 30 menit sementara ia tidak sadarkan diri. Anjurkan menggerakan kaki secara aktif atau pasif setiap jam.
7. Makanan
8. Cairan intra vena (catat jenis cairan dan kecepatan tetesan pemberiannya)
9. Pantau drain pada luka pembedahan bila ada catat outputnya
10. Monitor kateter dan pengeluaran urinenya
11. Pantau irigasi pada kandung kemih bila ada
12. Perawatan luka bersih pada daerah luka pasca bedah
13. Pengobatan
Perhatikan obat-obatan pasca operas



DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marlin E. ET al. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC

Drajat MT. 1986. Kumpulan Ilmu Bedah Khusus. Jakarta. Aksara Madinisa

Manjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapus

Oswari E. 1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta. Gramedia

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com

Sponsor