Terupdate

Sabtu, 05 Desember 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TUBERKULOSIS



 
ASUHAN KEPERAWATAN
 PADA KLIEN TUBERKULOSIS



A. KONSEP MEDIS

Pengertian

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

Etiologi

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat  dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.


Proses Penularan

Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di   samping    penularan    melalui    saluran    pernapasan    (paling   sering),  M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).

Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penanggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara  di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian  tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.

Patofisiologi
Kuman micobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

Manifestasi Klinik

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan  bahkan kadang-kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:

1.       Gejala respiratorik, meliputi:
a.       Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b.      Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c.       Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d.      Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2.         Gejala sistemik, meliputi:
a.       Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b.      Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

Gejala klinis Haemoptoe:

Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1.       Batuk darah
a.       Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b.       Darah berbuih bercampur udara
c.       Darah segar berwarna merah muda
d.       Darah bersifat alkalis
e.       Anemia kadang-kadang terjadi
f.        Benzidin test negatif
                   2.      Muntah darah
a.       Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b.      Darah bercampur sisa makanan
c.       Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d.      Darah bersifat asam
e.       Anemia seriang terjadi
f.        Benzidin test positif
3.      Epistaksis
a.       Darah menetes dari hidung
b.      Batuk pelan kadang keluar
c.       Darah berwarna merah segar
d.      Darah bersifat alkalis
e.       Anemia jarang terjadi

Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a.       Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b.      Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler) 
c.       Adanya kapias, tunggal atau ganda. 
d.      Adanya klasifikasi.
e.       Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru.
f.        Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu.
g.       Bayangan bilier.

Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.

Klasifikasi TB

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
a.       TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1.       Dengan atau tanpa gejala klinik
2.       BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3.       Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b.      TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1.        Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2.        BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c.       Bekas TB Paru dengan kriteria:
1.      Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
2.      Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3.      Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
4.      Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

Penanganan Medik

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:

Obat Anti TB Esensial
Aksi
Potensi
Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)
Per Hari
Per Minggu
3 x
2 x
Isoniazid (H)
Rifampisin (R)
Pirasinamid (Z)
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
Bakterisidal
Bakterisidal Bakterisidal Bakterisidal Bakteriostatik
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
5
10
25
15
15
10
10
35
15
30
15
10
50
15
45

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course  (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1.       Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2.       Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3.       Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4.       Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5.       Pencatatan dan pelaporan yang baku.

PANDUAN OBAT TUBERKULOSIS PARU
Untuk program nasional penmberantasan TB Paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu penderita dibagi dalam  4 kategori sebagai berikut :
1.       Kategori I  :   Kasus baru dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan yang berat seperti Meningitis , TB Milier, Perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis, penderita dengan dahak negatif tetapi kelinan parunya luas, TB usus, TB saluran kemih dsb.
2.       Kategori II    :  Kasus kambuh atau gagal dengan dahak tetap positif.
3.       Kategori III   : Kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TB diluar paru selain yang disebut dalam kategori I. 
4.       Kategori IV   : Tuberkulosis Kronik.

PANDUAN OBAT KATEGORI  I
Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan tiap hari  selama 2 bulan bila selama 2 bulan dahak menjadi negatif maka dimulai fase lanjutan. Bila setelah 2 bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 2 – 4 minggu lagi (dalam program P2TB Depkes diberikan 1 bulan dan dikenal sebagai obat sisipan), kemudian diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat apakah dahak sudah negatif atau belum. Fase lanjutanya adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita meningitis, TB Milier, Spondiolitis dengan kelainan neurologis, fase lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6 – 7 bulan hingga total pengobatan 8 – 9 bulan. Sebagai panduan alternatif pada fase lanjutan ialah 6 HE.
        
         PANDUAN OBAT KATEGORI  II
Fase intensif dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Bila setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi dengan HRZE (juga dikenal sebagai obat sisipan) bila setelah 4 bulan dahak nmasih tetap posistif maka pengobatan di hentikan 2 – 3 hari, lalu periksa biakan dan uji resistensi kemudian pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan. Bila penderita mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata kuman masih sensitive terhadap semua obat dan setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka fase lanjutan dapat diubah seperti kategori  I dengan pengawasan ketat. Bila data menunjukan resistensi terhadap H atau R maka fase lanjutan harus diawasi dengan ketat. Tetapi jika data menunjukan resistensi terhadap H dan R maka kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil. Fase lanjutan adalah 5 H3R3E3 bila dapat dilakukan pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat dilakukan pengawasan.

PANDUAN OBAT KATEGORI  III
2 HRZ / 6 HE
2 HRZ / 4 HR
2 HRZ / 4 H3R3

PANDUAN OBAT KATEGORI  IV
Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil sekali. Untuk negara kurang mampu dan dari segi kesehatan masyarakat dapat diberikan H saja seumur hidup. Sedang untuk negara maju atau pengobatan secara individu (penderita mampu) dapat dicoba pemberian obat berdasarkan sesuai uji resisten atau obat lapis kedua seperti quinolon, ethioamide, sikloserin, amikasin, kanamisin dsb. 

B.  KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru  (Doenges, 2000) ialah sebagai berikut :
1.      Riwayat PerjalananPenyakit
Keluhan utama    :  Batuk produkif dan non produktif
a.       Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif     : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
                   Objektif     : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 –410C) hilang timbul.

b.      Pola nutrisi
                   Subjektif     : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
                   Objektif     :  Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c.       Respirasi
             Subjektif     :  Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
                   Objektif     :  Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d.      Rasa nyaman/nyeri
Subjektif     :  Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
                   Obiektif     :  Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa       timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e.       Integritas ego
Subjektif     :  Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
                   Objektif     :  Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
2.      Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a.       Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b.      Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c.       Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d.      Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e.       Daya tahan tubuh yang menurun.
f.        Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
3.       Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a.       Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b.      Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c.       Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d.      Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
4.      Riwayat Sosial Ekonomi:
a.       Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b.      Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
5.      Faktor Pendukung:
a.       Riwayat lingkungan.
b.      Pola hidup.
 Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c.       Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
6.      Pemeriksaan Diagnostik:
a.       Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b.      Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).
c.       Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d.      Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
e.       Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f.        Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.
















 2.      Dampak Penyakit Tuberkulosis Terhadap Penyimpangan KDM


 


































Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
a.       Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
b.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.
c.       Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
d.      Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
e.       Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif

Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:

           1).      Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan:    Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

Intervensi:
a.       Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Rasional:   Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
b.      Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah            sputum, adanya hemoptisis.
Rasional:   Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
c.       Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
                   Rasional:   Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan
d.      Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
                   Rasional:   Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
e.       Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional:   Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan
f.        Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
                   Rasional:   Mencegah pengeringan membran mukosa.
g.        Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
                   Rasional:   Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
h.        Bantu inkubasi darurat bila perlu.
                   Rasional:   Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.

          2).      Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.

Intervensi
a.        Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional:   Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
b.        Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional:   Akumulasi secret dapat menganggap oksigenasi di organ vital dan jaringan.
c.        Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
                   Rasional:   Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d.        Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
                   Rasional:   Mengurangi konsumsi oksigen pada  periode respirasi.
e.        Monitor Gas darah arteri (GDA).
                   Rasional:   Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f.         Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional:   Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.

                                                       3).      Resiko tinggi infeksi sekunder dan penyebaran infeksi
Tujuan:    Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
Intervensi
a.       Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional:   Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
b.        Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional:   Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
c.        Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
Rasional:   Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d.        Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rasional:   Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e.        Monitor temperatur klien.
Rasional:   Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f.         Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional:   Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g.        Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
       Rasional:   Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h.        Kolaborasi pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional:   INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i.          Kolaborasi pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
Rasional:   Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
j.          Monitor sputum BTA
                   Rasional:   Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

                                                       4).      Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan:    Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
a.        Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
                   Rasional:   berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
b.        Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
                   Rasional:   Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
c.        Monitor intake dan output secara periodik.
                   Rasional:   Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d.        Catatan adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
                   Rasional:   Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e.        Anjurkan bedrest.
          Rasional:   Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f.         Lakukan perawatan mulut sebelurn dan sesudah tindakan pernapasan.
                   Rasional:   Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
g.        Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional:   Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h.        Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
                   Rasional:   Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i.          Bicarakan dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
Rasional:   Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.
j.         Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
      Rasional:   Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
k.        Kolaborasi untuk pemberian antipiretik yang tepat.
Rasional:   Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.

                                                      5).      Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
             Tujuan:   Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.

Intervensi
a.        Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
       Rasional:   Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
b.        Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
                   Rasional:   Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
c.        Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
                   Rasional:   Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.
d.        Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional:   Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
e.        jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional:   Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
f.         jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional:   Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
g.        Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional:   Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
h.        Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rasional:   Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
i.          Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
Rasional:   Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.
j.          Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rasional:   Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
k.        Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional:   Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.
l.          Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rasional:   Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
Evaluasi
a.        Keefektifan bersihan jalan napas.
b.        Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c.        Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d.        Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e.        Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

















PUSTAKA

Brunner & Suddart, Keperawatan medikal Bedah
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Guyton, Fisiologi Manusia

Luckman And Sorenson, Medical Surgical Nursing

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Soedarsono (2000), Tuberkulosis Paru-Aspek Klinis, Diagnosis dan Terapi, Lab. Ilmu Penyakit Paru FK UnaiRasional  :RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.




0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com

Sponsor