Terupdate

Senin, 16 April 2012

PUISI


MERINTIH DISYAHBANDAR
(Abdul Haris Awie)

Ketika kau lambaikan tangan,
Kamu langkahkan kaki,
Gemulai aku dengan lirih,
Diatas rintih dikerongkongan.

Suara derap langkah kaki, makin menderu,
Isak tangis mencoba mengurai,
Ketika jabat tangan kita disore itu,
Adalah salam terakhir sebelum dikau menantang badai disamudera dengan segala riak dan ombaknya.

Aku masih berdiri disini,
Ketika suara langkah itu terus menderu,
Detak-detak jantung dengan segala harap,
Usai sudah kamu menyeka segala kegundahan,
Bahwa suaramupun kian terserak.

Adalah salam terakhir,
Dengan torehan jemari dengan airmata,
Ketika pula kita menggugat waktu nanti,,
Merenggut sejumput harap yang pernah kita rangkai.

Janji palsu
(Ijhalways)
Sebuah kata indah yang terdengar ditelinga
Sebuah janji yang kusimpan dalam hati
Kasih sayang yang kuharapkan
Tanpa sebuah kekecawaan yang begitu dalam

Disaat lorong hati tlah gersang atas segala sikapmu
Bunga yang indah, daun yang menghijau
Buah yang tak lagi memancarkan kemanisannya
Telah diterpa angin yang membawa butiran luka.

Dimana janji yang telah terukir dalam tulisan kalbu
kasih sayang yang tlah tumbuh
dengan indahnya bahasa cinta yang engkau lontarkan
dari bibir manismu.

Kini hanya keegoisan yang tlah engkau besarkan
tanpa mengerti dengan rasa yang ada
tanpa ingin tahu dengan suatu keadaan
yang telah menerpa dalam langkah hidup yang kosong

kupersembahkan semua kata manis, janji,
dan kasih sayangmu yang telah engkau berikan dalam bahasa kalbu
aku tak butuh semua buah yang engkau berikan
jika hanya buah yang telah busuk dan kecut.
  



PILU ORANG PINGGIRAN
(Ayoe)

Terik matahari menemani mereka..
Debu jalanan, embun bagi mereka..
Deru mesin yang berdendang, nyanyian merdu bagi mereka..
Kolom jembatan dan emperan adalah istana mereka..

Mereka bisa tertidur pulas diatas tumpukan kardus..
Mereka merasa hangat dengan balutan koran bekas..
Bahkan mereka terbiasa makan nasi tanpa lauk dengan rakus..
Tapi mengapa hidup mereka masih di tindas..

Istana kardus mereka dihanguskan..
Gerobak-gerobak mereka di sita tanpa belas kasihan..
Mengatas namakan hukum dan ketertiban..
Membuat mereka melewati hari-hari dengan kelaparan..
Ya tuhan ...
Adakah  keadilan yang mereka harapkan ?

Mereka tak pernah meminta lebih..
Untuk kehidupan yang mewah..
Bermimpi jadi konglomeratpun mereka tak pernah..
Mereka sadar makan tiga kali sehari itu sudah mewah..


Lihatlah anak mereka yang tak sekolah..
Setiap hari hanya mengais sampah..
Tak pernah mengeluh meski kaki luka dan bernanah..
Demi sesuap nasi mereka tabah..

Lihatlah para penguasa kita..
Menjual nama mereka demi setumpuk harta..
Ingatlah mereka ini juga manusia..
Berhak mendapat tempat meskipun mereka di pandang hina..

Dengarlah pinta mereka ..
Biarkan mereka hidup bebas tanpa diburu dan disiksa..
Mengejar hari esok demi anak cucu kami yang buta aksara..
Agar mereka tak jadi sampah dunia..

Dengan tekat yang kuat mereka yakin bisa..
Istana kardus ini akan jadi istana yang nyata..
Karena mereka adalah orang pinggiran berhati baja..
Orang pinggiran yang memiliki beribu cita..

Mereka tegar menghadapi kejamnya dunia..
Tak takut dengan yang namanya derita..
Takkan goyah bila badai menerpa..
Kelak merekalah orang-orang yang merdeka..



Berharap Dirimu
(A_L)
Di saat aku terbelanggu akan keadaan
Tiada dirimu yang beriku semangat
Di saat ku merindukanmu tiada dirimu di sampingku

Aku ingin dirimu selalu ada dalam hatiku
Menemani hari-hariku
Dan menghabiskan waktu bersamaku
Di saat kumerenung tentang hari kemarin
Alangkan bahagianya diriku di sampingmu
Dan ku ingin engkau ada di pelukanku
Selamanya..
Dan takkan ku lepaskan untuk yang kedua kalinya

Andai kau tahu
Ku sangat merindukan pelukanmu
Ku berharap kaulah yang terkhir untukku…



SENANDUNG HUJAN
Cipt. Abdul Haris Awie

*Paaak,..... Uangta, seribu mo
Anak kecil dengan harap melilit,
Anak kecil dengan kaki telanjang berlari,
Anak kecil dengan tangan tengadah,
Melawan rintik hujan disore itu.

Sudut-sudut jalan dilampu merah,
Penuh sesak kendaraan roda empat,
Adalah potret buram kota,
Pada kelas sosial yang semakin pelit.

*Mas,….. mau pelayanan plus-minus atau plus-plus?
Gadis muda dengan busana melilit,
Gadis muda dengan sedikit telanjang,
Gadis muda dengan tangan berharap,
Melawan hingar bingar musik dimalam itu.

Sudut-sudut ruang dengan cahaya memerah,
Banyak dikunjungi kaum borjuis,
Adalah potret kebiadaban kota,
Pada kelas sosial jual beli kenikmatan.
*iya nanti kita ketemuan, puaskan aku yah?
Perempuan dengan busana transparan,
Perempuan dengan berani telanjang,
Perempuan dengan banyak harapan,
Melawan cercaan tetangga hampir setiap waktu.

Sudut-sudut kamar hotel yang redup,
Banyak dihuni manusia manusia terasing,
Adalah potret perselingkuhan kota,
Pada kelas sosial yang makin elit,

Masih diperempatan jalan,
Lelaki tua duduk diatas roda empat beralaskan papan yang hampir rapat diaspal,
Tangan tidak utuhpun tengadah,
Mengulurkan timbah mendekati jendela mobil yang singgah.

Sudut trotoar kota yang makin sempit,
Banyak dihuni manusia-manusia cacat,
Bukankah negara kita melindungi warganya yang cacat ?
Bukankah dalam membuat aturannya,
Para wakil rakyat menghabiskan anggaran milliaran rupiah,
Untuk tujuan melindungi mereka yang *kandala, idiot*,
Ah wakil rakyat senang bersenandung

Tidurlah perempuan-perempuan itu,
Setelah bertarung melawan malu pada diri,
Redupkan mata, berburu lelaki lain untuk alasan sesuap nasi
Tidurlah perempuan muda itu,
Setelah bertarung melawan malu pada tetangga,
Sang janda yang genit, berburu nafas untuk alasan realitas diri.



JEBAK
Oleh : Abdul Haris Awie

Kamar-kamar kost yang jorok,
Banyak dihuni mahasiswa yang jorok,
Bungkus sana, bungkus sini
Rendam sana, rendam sini
Pun gantung sana, gantung sini. Jangan lupa nyamuk dimana mana

Untuk alasan sibuk,
Bau menyengat diredam dengan parfum,
Untuk alasan bermalam minggu,
Baju tak tercucipun tetap disetrika.

Akhir bulan face to face dengan ibu kost,
“He rekening listrikmu, bayarko!”
“Maaf bu belum ada kiriman!”
Piti kana-kanaiko, bulan lalu saja belum terbayar,
Dibumbui lagi „Adaji malu nu?“

Bangun pagi nyalakan kompor,
Panaskan air,
Sebungkus mi instan dengan pembungkus berdebu,
Juga telur ayam kampung kiriman ibu, lewat sopir angkutan.
Jangan lupa mobil merah, nanabase (nai naung bangnging miseng)

Baju putih atau biru atau batik,
Tak peduli ada noda menempel,
Bau sedikitpun tak jadi masalah besar,
Kalaupun bau „isolasi sosial saja“

Musim hujan mulai datang,
Sepatu berbunyi dengan nyanyian khas,
Jangan tanya setajam apa bau menyengatnya.

Bertarung untuk identitas diri,
Bertarung untuk hidup masa datang,
Soal penampilan bukanlah yang utama,
Yang penting “ini” katanya,
Itupun belum tentu berisi. Gayana sajja!

Maafkan aku dengan puisiku,
Sesama anak kost saling menghargai, haaaaahahaha

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com

Sponsor